Usut Pidana SHM dan SHGB Laut sampai Jokowi

  • Bagikan

SERTIFIKAT Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas perairan laut dapat dipastikan merupakan dokumen bodong, alias palsu, dan tindak pidana pemalsuan dokumen, dengan ancaman hukuman penjara 8 tahun. Pelaku dan pihak yang terlibat sudah jelas, terang-benderang. Polisi tunggu apa?

Pejabat penerbit sertifikat dan pembeli atau penadah sertifikat (SHM dan SHGB) palsu ini mengaku, lahan di perairan laut tersebut dulunya, tahun 1980-an, merupakan tanah daratan. Mereka berdalih, tanah daratan tersebut sekarang menjadi daerah perairan laut karena terjadi abrasi, yaitu proses pengikisan tanah di daerah pesisir pantai, sehingga membuat tanahnya musnah dan menjadi daerah perairan.

Pengakuan telah terjadi proses abrasi di pantai utara Tangerang sejak 1980 hingga sekarang, sehingga membuat tanah daratan hilang menjadi perairan laut, sangat mengada-ada, dan masuk modus penipuan. Karena itu, sertifikat tanah (SHM dan SHGB) yang diterbitkan berdasarkan fakta palsu (penipuan) merupakan sertifikat tanah tidak sah, alias palsu.

Ada dua alasan kenapa pengakuan abrasi di pantai utara Tangerang merupakan berita bohong dan masuk tindak pidana penipuan.

Baca juga :   Stop Multi Fungsi Polisi

Pertama, faktanya, tidak ada abrasi di pantai utara Tangerang sejak 1980-an sampai sekarang. Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa ilmuwan, antara lain oleh Pakar Geospasial Departemen Geodesi Fakultas Teknik UGM, I Made Andi Arsana.

Sebelum itu, juga sudah banyak kajian dan penelitian yang dimuat di berbagai jurnal ilmiah yang mengamati garis pantai utara Jawa, termasuk Tangerang, untuk kurun waktu tertentu, misalnya 30 tahun. Berdasarkan penelitian ini, juga terbukti tidak ada abrasi di pantai utara Tangerang.

Kedua, seandainya terjadi abrasi sehingga membuat tanah daratan musnah, dan menjadi daerah perairan laut, maka hak atas tanah tersebut juga musnah. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria, Pasal 27 huruf b menyatakan bahwa, hak milik akan hilang (atau hapus) apabila tanahnya musnah: “Hak milik hapus bila tanahnya musnah”. Tanah bisa musnah karena peristiwa erosi atau abrasi, atau bencara alam lainnya. Hak milik yang hilang (hapus) atas tanah yang musnah tidak bisa dipulihkan kembali.

Baca juga :   Perkokoh Ketahanan Nasional dengan Kemandirian Pangan

Karena itu, pengakuan hak atas tanah di perairan pantai utara Tangerang jelas mengandung unsur tindak pidana penipuan. Sebagai konsekuensi, semua dokumen kepemilikan tanah yang diterbitkan atas dasar pernyataan palsu (baca: penipuan) tersebut merupakan dokumen atau sertifikat tidak sah, baik penerbitan surat Girik dan Letter C yang menjadi dasar penerbitan sertifikat, maupun konversi surat tersebut menjadi SHM atau SHGB.

Karena itu, semua pihak yang terlibat dalam penerbitan dokumen dan sertifikat “aspal”, asli tapi palsu, tersebut terbukti secara bersama-sama melakukan persekongkolan jahat pemalsuan dokumen (sertifikat) kepemilikan tanah.

Dalam hal ini, kepala desa, pejabat BPN (Badan Pertanahan Nasional), termasuk kepala BPN, sampai notaris, patut diduga secara bersama-sama terlibat dalam sindikasi pembuatan sertifikat bodong di perairan pantai utara Tangerang tersebut. Tindak pidana pemalsuan dokumen diatur di dalam UU Pidana, antara lain Pasal 264 KUHP, dengan ancaman penjara 8 tahun.

Selain itu, pembeli atau penadah sertifikat tanah palsu di perairan pantai utara Tangerang juga patut diduga kuat menjadi bagian tidak terpisah dari sindikat pemalsuan sertifikat tanah. Pembeli sertifikat palsu pantai utara Tangerang diperkirakan mendapatkan keuntungan paling besar dari pemalsuan sertifikat ini.

Baca juga :   Skandal CSR Bank Indonesia dan Komisi XI DPR: Tindak Pidana Korupsi?

Yang terakhir, proses pemalsuan sertifikat pantai utara Tangerang sudah terjadi sejak 2022/2023, pada masa pemerintahan Jokowi. Pemalsuan dokumen ini berjalan sangat lancar karena melibatkan sindikat dari pejabat desa sampai pejabat tinggi negara, termasuk menteri dan wakil menteri ATR.

Bahkan, patut diduga, juga melibatkan, atau atas sepengetahuan Jokowi. Karena, jumlah sertifikat palsu tersebut sangat banyak, dengan luas tanah sangat luas, bisa mencapai ratusan bahkan ribuan hektare.

Karena itu, pihak kepolisian RI wajib mengusut tuntas skandal sertifikat palsu yang membuat gaduh seisi Republik ini sampai ke pelaku intelektualnya, sampai ke pejabat tinggi negara termasuk Jokowi. Presiden Prabowo harus memastikan skandal sertifikat palsu ini dapat dibongkar tuntas. (*)

Prof. Anthony Budiawan;
Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Alumni Doktoral (S3) Erasmus University, Rotterdam, Belanda.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *