UM Surabaya Bikin Kejutan, Bocah Kembar Diterima di FK, Hafal 30 Juz, Farid Diberi Beasiswa

  • Bagikan
SENYUM BAHAGIA: isyah Nafi’ah Syahidah dan Aisyah Nailah Syahidah, bocah embar asal NTB masuk FK jalur prestasi. Sementara Farid Faqih diterima di FAI berkat hafiz 30 jus Alquran (foto bawah)

INDOSatu.co – SURABAYA – Setiap tahun, Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya selalu bikin kejutan. Tahun ini misalnya, diantara 2014 mahasiswa baru, terdapat tiga maba yang menjadi perhatian khalayak. Mereka adalah saudara kembar Aisyah Nafi’ah Syahidah dan Aisyah Nailah Syahidah serta Farid Faqih.

Nafi’ah dan Nailah dari mahasiswa baru (maba) dari Tambana, Kota Nusa Tenggara Barat (NTB), misalnya. Keduanya berhasil diterima di Fakultas Kedokteran (FK) UM Surabaya lewat jalur prestasi. Sementara, Farid Faqih diterima di Fakultas Agama Islam (FAI) jurusan Studi Agama-Agama (Ushuluddin). Nama terakhir dipastikan bebas bayar kuliah selama menempuh pendidikan karena hafal 30 juz.

Lolos dan menjadi mahasiwa Fakultas Kedokteran (FK) bukan hal yang mudah mengingat keketatannya yang tinggi. Namun hal tersebut berhasil dibuktikan oleh Nafi’ah dan Nailah. Remaja kembar itu berhasil diterima di FK UM Surabaya lewat jalur prestasi. Nafi’ah dan Nailah mengaku bahwa keinginannya untuk menjadi dokter adalah cita-citanya sejak kecil dan juga support secara penuh kedua orang tua.

Nafi’ah mengaku bahwa ayahnya Damhuri dan ibunya Rahmayanti bukan seorang dari tenaga kesehatan, namun beberapa keluarga dari ibunya menjadi dokter. Sementara itu Nailah mengaku, keinginannya menjadi dokter juga dilatarbelakangi meningkatkan kinerja tenaga medis di wilayah kecil, khususnya di NTB.

Baca juga :   Menarik Perhatian, Humas MPR RI: Istilah Empat Pilar MPR RI sesuai Keputusan MK

“Di NTB jumlah dokter masih terbatas apalagi dokter spesialis, sehingga menjadi kendala dalam menangani pasien. Harapannya besok setelah lulus bisa terlibat dalam memberikan kontribusi di wilayah kesehatan,” ujar Nailah Senin (18/9)

Uniknya, dua saudara kembar tersebut memiliki hobi yang sama, yakni membaca buku. Dalam hal pakaian dan makanan keduanya juga memiliki selera yang mirip. Menurut dia, sejak kecil ayah dan ibunya sering membelikan banyak buku salah satunya novel kecil=kecil punya karya (KKPK), sehingga keduanya memiliki ketertarikan yang tinggi terkait membaca. Keduanya juga tidak pernah berbeda soal sekolah, dari jenjang TK hingga SMA.

Menurut pengakuannya, ada pengalaman unik yang pernah dilakukan oleh keduanya. Saat mengikuti bimbel keduanya pernah saling bertukar kelas, namun tidak ada orang yang sadar terkait hal tersebut. Keduanya juga mengaku bahwa orang lain kerap kali salah panggil akan dirinya, lantaran tidak bisa membedakan.

Di sekolah SMA keduanya aktif mengikuti kejuaraan lomba baik dari tingkat Kabupaten hingga Provinsi. Tak hanya itu Nailah dan Nafi’ah juga aktif di organisasi bahkan beberapa kali mereka menjadi pengisi podcast di sekolah.

Menurut pengakuan Nailah saat duduk di bangku SMA ia pernah mendapatkan sertifikat tahfidz 10 juz, ia juga seringkali menjadi koordinator dalam agenda-agenda besar. Kini setelah keduanya menjadi mahasiswa UM Surabaya, ia ingin membanggakan kedua orangtuanya dengan aktif di organisasi dan mendapatkan IPK yang bagus di setiap semesternya.

Baca juga :   Bangun Karakter Anak Bangsa, Lestari Moerdijat: Butuh Dukungan Lingkungan yang Baik

“Jadi mahasiswa kedokteran itu kan padat aktivitasnya, jadi semoga bisa membagi waktu dengan sebaik-baiknya, dan yang paling penting bisa lulus tepat waktu,” pungkas Nailah.

Sementara itu, kisah inspiratif lainnya juga datang dari Farid Faqih, mahasiswa baru UM Surabaya. Farid diterima pada Fakultas Agama Islam (FAI) jurusan Studi Agama-Agama (Ushuluddin). Farid tergolong luar biasa lantaran hafal 30 juz Alquran. Ia diterima di UM Surabaya dengan jalur beasiswa KIP-K.

Laki-laki kelahiran Bangkalan, Madura 2004 tersebut mengaku bahwa, ia adalah anak pertama yang bisa menempuh pendidikan hingga jenjang sarjana. Farid mengaku bahwa bapak ibunya tidak lulus Sekolah Dasar (SD). Sementara dua kakaknya bersekolah hingga SMA. Bapaknya Nur Jali, 58, bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan tidak menentu, sementara ibunya Marsem, 52, bekerja sebagai ibu rumah tangga.

“Kalau ada hasil biasanya seharinya dapat lima puluh ribu, jadi penghasilan bapak sebagai nelayan tidak menentu,” ujar Faris Senin (18/9)

Sejak lulus dari SMP Negeri 2 Modung, Farid tidak langsung ke jenjang SMA, ia masuk kelas khusus belajar bahasa arab dan hafalan. Kemudian ia melanjutkan sekolah di MA di Ma’had Al Islami Camplong, saat kelas 2 ia sudah berhasil menghafalkan 30 Juz Alquran. Menurutnya melihat perjuangan bapak dan ibunya, sebisa mungkin ia ingin membuat orang tuanya bangga.

Baca juga :   Ravidho Ramadhan, Lulus Doktor Usia 26 Tahun dengan IPK 4.00 di UGM

“Alhamdulillah bapak dan ibu selalu support untuk setiap hal-hal yang saya lakukan, termasuk men-support dalam melanjutkan pendidikan, meskipun mereka tidak lulus SD,”ujar Farid lagi.

Ia selalu mengingat pesan gurunya, bahwa salah satu keutamaan penghafal Alquran adalah akan memberikan mahkota untuk orang tua di akhirat kelak.

Namun Farid juga mengatakan, untuk bisa sampai dititik ini bukan sesuatu hal yang mudah, kadang ia juga diserang rasa malas, banyak kegiatan dll.

Saat sudah diterima sebagai mahasiswa, kini ia ingin fokus berkuliah dan mempertahankan hafalannya. Ia menargetkan agar dirinya aktif pada kegiatan organisasi kampus dan ekstra kampus. Menurutnya ia tidak ingin menjadi mahasiswa kupu-kupu. Artinya kuliah pulang kuliah pulang. Sebagai mahasiswa penerima KIP- K ia juga menargetkan agar dirinya mendapatkan IPK cumlaude di setiap semesternya dan lulus tepat waktu.

“Mumpung masih muda lakukan hal hal yang bermanfaat, perbanyak teman dan juga pengalaman, lalu nikmati hasilnya dimasa depan,” pungkas Farid. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *