Tidur Saat Berpuasa Bernilai Ibadah? Ternyata Haditsnya Dhaif

  • Bagikan
MANFAATKAN WAKTU: Penampakan umat Islam memanfaatkan waktu untuk lebih banyak menunaikan salat daripada memperbanyak tidur.

INDOSatu.co – JAKARTA – Ibadah puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban yang menyucikan, baik fisik maupun rohani umat Islam. Setiap amal ibadah yang dilaksanakan selama bulan suci itu, mendatangkan berbagai keutamaan dan keberkahan. Namun, tidak jarang ada berbagai perbedaan pemahaman dalam praktik ibadah puasa, salah satunya mengenai tidur saat berpuasa.

Beberapa orang percaya bahwa tidur selama berpuasa adalah bagian dari ibadah yang sah. Namun, benarkah pemahaman tersebut sesuai dengan ajaran Islam yang benar.

Salah satu hadis yang sering dijadikan dasar oleh sebagian orang adalah yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dianggap oleh sebagian orang sebagai dasar untuk meyakini bahwa tidur saat berpuasa adalah ibadah yang mendapatkan pahala.

Menurut anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Fatihun Nada, hadits ini tidak dapat dijadikan landasan yang sahih dalam memahami tidur sebagai ibadah.

Baca juga :   Spirit Muliakan Orang Tua, Prof Amany: Pesantren Lansia akan Jadi Program Unggulan MUI

“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni. Namun, perlu diketahui bahwa hadis ini berstatus tidak sahih atau tergolong dalam hadits dha’if (lemah),” tegas Kiai Fatihun dikutip dari mui.or.id, Sabtu (8/3).

Kiai Fatihun menjelaskan, tidur yang berlebihan, yang hanya bertujuan untuk menghindari rasa lapar dan haus, tidak akan mendapatkan nilai ibadah. Tidur semacam ini, menurutnya, lebih cenderung sebagai tindakan yang menyia-nyiakan waktu yang seharusnya digunakan untuk beribadah.

Padahal, mestinya Ramadan diisi dengan ibadah karena nilainya berkali-kali lipat dibandingkan hari biasa. Sebaliknya, tidur yang dilakukan secukupnya dengan tujuan menjaga stamina tubuh agar dapat melaksanakan ibadah dengan baik, seperti salat malam dan tadarus Alquran, bisa dianggap bernilai ibadah.

Baca juga :   Pererat Silaturrahmi, Fadel Muhammad Hadiri Pengajian Masyarakat Gorontalo

Dengan demikian, kualitas tidur yang mendukung kesiapan fisik untuk beribadah lebih dianjurkan daripada tidur berlebihan yang tidak ada tujuannya.

Selain tidur, niat juga memegang peranan penting dalam menjalankan ibadah puasa. Kiai Fatihun menegaskan, niat puasa merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan puasa itu sendiri.

Kiai Fatihun juga mengingatkan niat puasa harus ditegaskan dalam hati, meskipun tidak harus dibaca dengan lisan. Dalam mazhab Imam Syafi’i, niat puasa wajib dilakukan setiap malam, baik sebelum tidur atau saat sahur.

Sedangkan dalam mazhab Imam Malik, niat puasa cukup dilakukan sekali di awal bulan Ramadhan untuk satu bulan penuh. Namun, untuk menghindari lupa, disarankan bagi umat Islam untuk tetap mengulang niat setiap malam.

“Pertama, niat puasa tidak wajib dibaca dengan lisan, tetapi wajib ditegaskan dalam hati. Dalam mazhab Imam Syafi’i, niat puasa wajib dilakukan setiap hari, baik di waktu malam atau saat sahur,” jelasnya.

Baca juga :   Implementasi Penguatan Derajat Keilmuan, Poskal Karangasem Diresmikan Gubernur Khofifah

Lebih lanjut, Kiai Fatihun menjelaskan, keutamaan puasa di bulan Ramadan sangatlah besar.

“Hal ini tercermin dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, di mana Allah SWT berfirman puasa itu untuk aku, dan aku sendiri yang akan membalasnya, dan setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa,” ungkapnya.

Hadis ini menggambarkan bahwa pahala puasa sangat besar dan hanya Allah yang mengetahui balasan yang diberikan.

Karena itu, umat Islam disarankan untuk memanfaatkan waktu selama bulan Ramadan dengan sebaik-baiknya untuk beribadah, termasuk memanfaatkan waktu tidur untuk mendukung ibadah lainnya, seperti salat tarawih atau tadarus. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *