Tidak Inovatif dan Zalimi Rakyat, Partai Ummat Tolak Tegas Kenaikan Harga BBM

  • Bagikan
KRITISI NEGARA: Ketua Umum DPP Partai Ummat, Ridho Rahmadi menilai, kenikan harga BBM yang diumumkan Presiden Jokowi belum lama ini dinilai menyengsarakan rakyat.

INDOSatu.co – JAKARTA – Kenaikan harga BBM yang diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menuai penolakan. Kali ini datang dari DPP Partai Ummat. Partai besutan tokoh refarmasi, Amien Rais itu, menolak keras karena dianggap menzalimi rakyat.

“Rakyat baru saja keluar dari pandemi, ekonomi rakyat kecil baru mulai beranjak bersemi, langsung dihajar dengan kenaikan harga BBM. Ini jelas bukan kebijakan yang berpihak pada rakyat,’’ kata Ketua Umum DPP Partai Ummat, Ridho Rahmadi dalam rilis resmi yang dikirim ke redaksi INDOSatu.co, Senin (5/9).

Seharusnya, kata Ridho, pemerintah lebih berempati pada kesulitan rakyat yang sudah berlangsung 2,5 tahun sejak pandemi berlangsung. Jangan kan berempati, pemerintah malah membebani rakyat dengan kenaikan harga BBM. ‘’Kenaikan harga BBM itu sepertinya ada upaya pemiskinan dari pemerintah untuk rakyatnya,“ kata Ridho.

Ridho mengatakan, kenaikan harga BBM ini menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi telah gagal mengelola ekonomi negara. Kenaikan harga BBM sudah pasti akan memicu kenaikan harga-harga barang lainnya yang akan memberatkan rakyat.

Baca juga :   Penuhi Undangan DPD RI, Amien Rais Dukung Amandemen Ulang Konstitusi

“Kenaikan harga BBM ini menimbulkan inflasi yang diperkirakan bisa mencapai 8 persen. Ironisnya, inflasi menyebabkan harga-harga semakin tinggi, tetapi penghasilan mereka tetap. Di sinilah pangkal masalahnya,” kata Ridho.

Dengan jumlah penghasilan yang sama, kata Ridho, kebutuhan yang bisa dibeli semakin sedikit akibat inflasi. Di kalangan masyarakat bawah, kenaikan harga seribu atau dua ribu rupiah itu akan sangat terasa dan memberatkan.

Bukan hanya itu. Ridho juga mempertanyakan kebijakan yang diambil Menkeu Sri Mulyani yang terus-menerus menghajar kemampuan ekonomi rakyat. “Nalar rakyat belum bisa paham, mengapa pemerintah menaikkan harga BBM, di saat harga minyak dunia sedang turun. Ini sama sekali tak masuk akal,” kata Ridho.

Ridho lalu mengutip data harga minyak mentah berjangka pada pengiriman Oktober, yaitu West Texas Intermediate (WTI) yang turun menjadi 86,61 dolar Amerika per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara untuk pengiriman November, minyak mentah berjangka Brent juga turun menjadi 92,36 dolar Amerika per barel di London ICE Futures Exchange.

Baca juga :   Akhirnya, Partai Ummat Lolos Ikut Pemilu 2024, Kaban: Penguatan Parlemen Jadi Prioritas

Yang paling dekat untuk dijadikan perbandingan, kata Ridho, adalah negeri tetangga Malaysia yang menurunkan harga BBM. Pada bulan Agustus, Malaysia baru saja menurunkan harga BBM tipe RON97 sebesar 5 sen yang semula berharga 4,35 ringgit menjadi 4,30 ringgit. Pemerintah Malaysia mengatakan, penurunan harga ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga minyak global.

Atas dasar itu, kata Ridho, Partai Ummat mengkritik keras pemerintahan Jokowi yang terlihat hanya mau enaknya sendiri dalam mencari sumber pemasukan negara, sementara pada saat yang sama, rakyat terus-menerus terkekik akibat kesulitan ekonomi.

Baca juga :   Setelah Dapat Restu dari Habib Salim, PKS Akhirnya Resmi Dukung Anies di Pilpres 2024

“Seharusnya pemerintah lebih kreatif dalam mencari sumber pemasukan APBN. Bisanya jangan cuma menaikkan pajak dan menaikkan harga-harga barang yang jelas sangat memberatkan ekonomi rakyat. Ujung-ujungnya rakyat yang menjadi korban,” kata Ridho.

Kata Ridho, pemerintah seharusnya bisa lebih inovatif. Korupsi yang akut di negeri ini menjadi sarana yang pas untuk memangkas ekonomi biaya tinggi yang memberatkan negara. ‘’Yang dihapus itu mestinya korupsinya, bukan subsidinya,’’ kata Ridho.

Seperti diberitakan, pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM. Pengumuman tersebut langsung dilakukan oleh Presiden Jokowi, Sabtu (3/9). Rincian kenaikan harga BBM sebagai berikut; Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax nonsubsidi dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *