INDOSatu.co – JAKARTA – Eks penyidik Komisi Pemberasan Korupsi (KPK), Robin Pattuju mengaku hanya dijanjikan mendapat 1,7 miliar oleh Wali Kota Tanjungbalai nonaktif, M Syahrial. Mahar tersebut untuk mengurus perkara dugaan korupsi jual beli jabatan, meski akhirnya memperoleh 1,695 miliar.
“Terdakwa Robin Pattuju kemudian membahas kasus-kasus yang melibatkan M. Syahrial dengan Maskur Husain dan akhirnya mereka sepakat untuk membantu M. Syahrial dengan imbalan sejumlah uang.
Akhirnya disepakati antarmereka besaran imbalan adalah sejumlah 1,7 miliar rupiah yang diberikan secara bertahap,” kata jaksa penuntut umum KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/9).
Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan Robin Pattuju dan Maskur Husain. Awalnya, Robin dikenalkan kepada Syahrial oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin pada Oktober 2020 di Jalan Denpasar Raya 3/3, Jakarta Selatan.
“Pada pertemuan tersebut, M. Syahrial yang telah paham terdakwa adalah penyidik KPK menyampaikan permintaan bantuan kepada terdakwa agar penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah Kota Tanjungbalai tidak naik ke tahap penyidikan,” tambah jaksa.
Robin kemudian membahasnya dengan Maskur Husain yang berprofesi sebagai advokat lalu sepakat minta imbalan sejumlah 1,7 miliar.
Uang diberikan secara bertahap melalui rekening Riefka Amalia, yaitu adik teman perempuan Robin. Riefka lebih dulu diminta untuk membuka rekening tabungan BCA dan kartu ATM dipegang Robin dan Riefka serta mendaftarkan untuk dapat menggunakan layanan aplikasi m-banking.
Syahrial lalu memberikan uang secara bertahap senilai Rp1,695 miliar kepada Robin dan Maskur pada November 2020-April 2021, yaitu pertama, 69 kali transfer pada November 2020 – April 2021 ke rekening BCA atas nama Riefka Amalia.
Atas perbuatannya, Robin dan Maskur didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo padal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. (ad/red)