INDOSatu.co – JAKARTA – Suhu politik di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mulai menghangat. Rencana Forum Komunikasi dan Aspirasi Masyarakat Papua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI atau MPR RI For Papua yang akan mengundang Anggota DPD RI terpilih dan Penjabat (Pj) Gubernur se-tanah Papua periode 2024-2029 pada Jumat, 24 Mei 2024 mengundang reaksi Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
MPR RI For Papua sendiri digagas Senator Yorrys Raweyay dan Filep Wamafma, adalah senator DPD dari Papua. LaNyalla menilai, ide mengumpulkan seluruh anggota DPD RI terpilih dan Pj. Gubernur se-Papua merupakan hal bagus. Hanya saja, LaNyalla justru mencium aroma kepentingan pribadi orang per orang yang berambisi untuk menduduki jabatan pimpinan perlemen di Senayan, yang dikemas melalui acara tersebut. Sehingga, forum tersebut sepertinya akan menjadi media konsolidasi untuk kepentingan pribadi-pribadi saja.
“Seharusnya forum itu bagus, tetapi aroma kepentingan pribadinya sangat tercium. Karena timing waktunya juga menjelang pemilihan pimpinan parlemen. Apalagi terkesan dipaksakan melalui surat undangan dengan memasang lambang Lembaga Negara MPR RI, tapi tertulis Forum Komunikasi MPR RI For Papua,” tandas LaNyalla, Ahad (12/5).
Lebih lanjut LaNyalla mengungkapkan, penggunaan Lambang Negara MPR RI dalam undangan yang tertulis Forum Komunikasi dan Aspirasi MPR RI For Papua itu bisa menjadi polemik. Apalagi ada tanda tangan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam status sebagai pihak yang mengetahui. “Jadi, aroma politiknya sangat tercium, sampai kebablasan secara administrasi penggunaan lambang Lembaga Negara,” imbuh senator asal Jawa Timur itu.
Dikatakan LaNyalla, dirinya saat berkunjung ke Papua, saat berada di perbatasan antara Papua dan Papua Nugini, sudah menyatakan dengan tegas, meminta pemerintah mengutamakan pendekatan kesejehtaraan untuk Papua. Bahkan, ia menghadiri langsung dua kali pertemuan dengan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin untuk memastikan pemekaran Provinsi Papua.
“Itu sudah saya lakukan dari dulu, Mei 2021 silam, bukan menjelang pemilihan pimpinan parlemen. Jadi, saya tidak memanfaatkan forum-forum untuk panjat sosial. Karena prinsip saya kerja itu kerja, harus jujur dalam niat. Saya bukan orang palsu-palsu. Semua saya niatkan sebagai kerja atas sumpah jabatan saya,” ungkapnya.
Apalagi, sambung LaNyalla, posisi MPR RI sejak Amandemen Konstitusi tahun 2002 sudah bukan lembaga tertinggi. Sehingga, MPR RI tidak memiliki kewenangan konstitusional untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Karena itu memang tugasnya DPD RI. Tugas MPR RI itu sosialisasi empat pilar dan menjadi fasilitator sidang tahunan bersama antara DPR RI dan DPD RI.
“Kalau dulu, sebelum Amandemen, kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh MPR. Bahkan MPR membuat GBHN. Tetapi setelah reformasi, kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut UUD. Artinya pelaksananya penerima kedaulatan melalui pemilu, yaitu Presiden, DPR RI dan DPD RI. Karena ketiga lembaga ini yang dipilih oleh rakyat melalui Pemilu,” urai LaNyalla.
LaNyalla mengungkap bahwa dirinya mendengar informasi bahwa senator asal Papua, Yorrys Raweyai dan Filep Wamafma memang ingin menjadi pimpinan Parlemen di Senayan. “Itu yang saya dengar, tetapi entah benar entah tidak,” pungkas LaNyalla. (adi/red)