INDOSatu.co – BOJONEGORO – Jagong Gayeng dengan menghadirkan budayawan Sudjiwo Tedjo di halaman Kantor Kecamatan Gayam, Sabtu (19/8) berlangsung dalam suasana guyub. Acara menjadi manarik karena dibumbui adegan guyon maton dari sang budayawan. Suasana menjadi hidup saat dibuka sesi dialog. Hadirin diajak diskusi dengan tema yang sudah ditetapkan panitia.
Kegiatan yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dispbudpar) ini dihadiri dari berbagai kalangan. Mulai dari politisi, seniman, kepala desa, insan pers dan tokoh masyarakat. Jagong Gayeng Bersama Sudjiwo Tedjo kali ini mengambil tema “Budoyo Roso Melu Handarbeni”.
Sebelum acara inti dimulai, Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah dalam sambutannya mengimbau agar tamu undangan tidak bermain handphone, sehingga bisa fokus menyimak petuah-petuah yang diwedharkan oleh Mbah Jiwo Tedjo. “Kalau bapak ibu main handphone nanti poin-poin tidak sampai, karena kita semua hadir disini untuk luruh ilmu, luruh pengetahuan,” tuturnya.
Sementara itu, Presiden Djancuker Sudjiwo Tedjo mengawali petuahnya dengan menyampaikan, apabila di saat dirinya sedang berbicara, tidak boleh ada yang bermain handphone, bukan karena omongannya penting, akan tetapi kalau tidak tertarik alangkah baiknya agar keluar dan jangan mengikuti acara Jagong Gayeng ini.
“Karena kunci bahagia itu gampang, neng kene yo nang kene, ojo neng kene tapi pikirannya keluar sana (kalau di sini ya di sini. Jangan posisinya di sini, pikiran di luar sana). Makanya yuk kita nunggang roso bukan nunggang pikiran,” tutur Sudjiwo Tedjo.
Dalam petuahnya, Mbah Tedjo mengatakan saat ini budaya rasa ini mulai hilang dari masyarakat Indonesia, menurutnya hidup itu bisa “rumongso dan iso ngrumangsani”.
“Jadi biso’o rumongso lan iso ngrumangsani, jadi menghargai orang saat ngomong.” ungkap Mbah Tedjo.
Pria yang memiliki nama asli Agus Hari Sudjiwo Tedjo ini juga melontarkan kata-kata paradok, yakni dalam hidup itu penting untuk memiliki harapan, tapi disisi lain berharap juga bisa membunuh. Ia juga mengatakan, proses itu sumber penderitaan, karena orang selalu berharap hasil, tidak mau menikmati proses.
“Sehingga. ketika mereka mengerjakan pembangunan jalan, yang ditunggu hasilnya jalan raya selesai, ketika dia mengadakan reboisasi, yang ditunggu hasil dari reboisasi, itu kunci dari ketidakbahagiaan, padahal proses itu adalah hasil itu sendiri,” kata Mbah Tedjo.
Menurut dia, semua hal yang wujud itu bermula dari imajinasi, seperti contoh untuk membangun sebuah jembatan, jalan serta bangunan lainnya itu pasti merupakan buah dari hasil imajinasi. “Imajinasi itu sangat kuat sampai-sampai setiap saya melihat bunga mawar merah, selalu ingat lagunya bang haji Rhoma Irama,” pungkasnya. (*)