Tak Ada Target Waktu, Yusril: Negara Sembunyikan Data Kematian

  • Bagikan
WARNING PEMERINTAH: Ketua Umum DPP PBB Yusril Ihza Mahendra mengkritisi pemerintah terkait data kematian akibat Covid-19.

INDOSatu.co – JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra me- warning pemerintah terkait data angka kematian akibat Covid-19. Bukan hanya itu. Pria yang juga Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengingatkan pemerintah agar menetapkan batas waktu dan merapikan data kematian korban Covid-19 yang simpang siur.

Pernyataan Yusril itu merespons penjelasan pemerintah melalui Juru Bicara Kemenko Marvest, Jodi Mahardi, yang meluruskan ucapan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan terkait data kematian.

Luhut sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah akan menghapus data kematian sebagai indikator penanganan Covid-19. Pernyataan Luhut itu menimbulkan berbagai kritik. Jodi Mahardi mengatakan, bahwa data kematian tidak dihapus dari indikator asesmen level PPKM, tetapi hanya akan dirapikan karena seringkali tidak akurat. Kalau sudah dirapikan, indikator kematian akan diinput lagi dalam menentukan level PPKM.

Baca juga :   MUI: Boikot Produk Pro Israel untuk Lemahkan Perekonomian Negara Zionis

Namun, kata Yusril, sampai kapan perapian data itu akan dilakukan, tidak dijelaskan oleh pemerintah. Padahal, ungkap politisi asal Belitung itu, data kematian ini sangat penting. Data kematian masyarakat akibat Covid-19 bukan sekedar hal teknis sebagai indikator dalam menentukan level PPKM. Jumlah dan prosentase angka kematian di suatu negara akibat covid, ungkap dia, juga menjadi indikator keseriusan dan kemampuan sebuah negara dalam menangani pandemi dan melindungi rakyatnya. “Jadi, pemerintah tidak boleh berubah-ubah terkait data kematian ini,” kata Yusril dalam keterangannya, Kamis, (12/8)

Kematian warga dalam jumlah relatif besar, jelas Yusril, dibandingkan dengan angka kematian global akibat pandemi, hal itu merupakan masalah serius karena terkait langsung dengan amanat konstitusi. Salah satu tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan adalah hak asasi manusia yang dijamin konstitusi. Karena itu, kata Yusril, semakin kecil angka kematian akibat Covid-19 ini, akan menjadi indikator keberhasilan negara dalam menangani pandemi.

Baca juga :   Soal Potensi Pantai Selatan Jateng, Abdul Kholik Minta Gubernur Garap secara Serius

Pemerintah, ungkap Yusril, harus punya tenggat waktu merapikan data kematian ini. Tanpa kejelasan waktu, pemerintah bisa dicurigai ingin menyembunyikan angka yang sesungguhnya. Hal ini, ungkap Yusril, jelas tidak baik. Bukan saja di mata rakyat, tetapi juga di mata dunia internasional. Jika data resmi dari pemerintah tak kunjung muncul, maka yang muncul di publik adalah data tidak resmi yang bisa dibuat siapa saja. Hal ini justru akan menghambat upaya penanganan pandemi di Indonesia.

Baca juga :   Besok, Pemerintah Umumkan Nasib PPKM Level 4

Jika data tidak resmi yang bersliweran, kata Yusril, data itu dengan mudah untuk dimainkan menjadi isu politik yang berdampak luas, baik isu domestik sebagai penggalangan opini untuk menggoyang stabilitas politik dan pemerintahan, maupun isu internasional. Sebab, angka kematian yang relatif besar dibandingkan dengan negara-negara lain serta angka kematian global, bisa “digoreng-goreng” sebagai isu pelanggaran HAM berat. “Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi pada negara tercinta ini,” kata mantan Menkum HAM ini. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *