INDOSatu.co – JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan menyoroti kebijakan subsidi pupuk yang alokasinya semakin kecil dari tahun ke tahun. Makin kecilnya subsidi tersebut tentu akan menjadi pertanyaan publik, sejauh mana pemerintah mengalokasikan sumber daya fiskal untuk kepentingan rakyat.
Apalagi kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia masih cukup signifikan, yakni Rp 2,42 kuadriliun atau setara 12,4 persen PDB sepanjang 2022. Selain itu, serapan tenaga kerja sektor pertanian juga masih sangat besar, yakni sebanyak 38,7 juta atau 28,61 persen dari total pekerja pada Agustus 2022.
“Faktanya sektor pertanian masih memberikan sumbangsih yang sangat besar pada perekonomian. Seharusnya, daya saing sektor ini perlu terus didukung, dari aspek hulu sampai ke hilir. Kuantitas dan kualitas hasil pertanian, pengolahan, penjualan, maupun kesejahteraan para perani haruslah diperhatikan. Pemerintah harus punya skema kebijakan yang tepat arah, untuk memastikan daya saing sektor ini tetap terjaga,” ujar Politisi Senior Partai Demokrat (PD) ini.
Menurut Syarief, pupuk adalah sarana produksi pertanian yang perlu dijaga alokasi dan kualitasnya. Jika pupuk tidak tersedia, atau harganya mahal, apalagi tidak terjangkau oleh petani, dipastikan produktivitas pertanian juga akan ikut melemah. Akhirnya petani merugi, rakyat menderita. Maka fungsi kebijakan memastikan rantai produksi ini berjalan optimal.
”Inilah yang menjadi dasar mengapa negara mesti hadir untuk mengatur alokasi dan harga pupuk dengan skema subsidi. Pupuk yang tersedia dan terjangkau adalah komponen penting dalam meningkatkan daya saing sektor pertanian,” kata mantan Menko dan UKM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) ini menilai, kebijakan subsidi pupuk semakin tidak propetani. Pada tahun 2019, belanja subsidi pupuk ditetapkan sebesar Rp 34,3 triliun, terus menurun menjadi Rp 31,09 triliun pada 2020, Rp 27,15 triliun pada 2021, dan semakin menurun menjadi Rp 25,3 triliun pada 2022. Pada 2023, subsidi pupuk bahkan hanya dianggarkan Rp 24 triliun. Padahal, upah riil sektor pertanian adalah yang terendah di Indonesia. Fakta subsidi ini justru hanya akan semakin menyengsarakan petani.
Menyikapi kondisi tersebut, kata Syarief, negara harus hadir untuk memilah dan memprioritaskan kepentingan rakyat. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan terbesar pekerja di Indonesia.
Karena itu, kata Syarief, sudah seharusnya pemerintah mengambil kebijakan afirmasi yang konsisten. Membangun sektor pertanian harus dilakukan dengan menyeluruh, termasuk dalam hal ini menjamin sarana produksi terjamin.
”Jika pemerintah semakin memperkecil alokaksi subsidi pupuk, maka pantas kita bertanya, apakah pemerintah memang sudah tidak berpihak pada kesejahteraan petani?,” pungkas Syarief Hasan. (adi/red)