Songsong Abad ke-2, PBNU Susun Blueprint dan Roadmap Gerakan NU Women

  • Bagikan
PERAN LEBIH PEREMPUAN: Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf (kiri) didampingi Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid (kanan) saat menjadi pembicara kunci kerangka Blueprint dan Roadmap Abad ke-2 Gerakan Perempuan NU (NU Women) di Hotel Novotel, Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu-Ahad (20-21/8).

INDOSatu.co – JAKARTA – Lompatan besar dilakukan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ormas Islam terbesar itu secara resmi telah menyusun kerangka Blueprint dan Roadmap Abad ke-2 Gerakan Perempuan NU (NU Women) di Hotel Novotel, Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu-Ahad (20-21/8).

Meski secara khusus merujuk kepada peran perempuan di tubuh Nahdlatul Ulama (NU). Namun, menurut Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, NU Women bukan semata-mata memetakan persoalan gender.

“Karena jika hanya soal memetakan persoalan gender, NU sejak dulu sudah menyadarinya dan itu sudah jelas,” kata Gus Yahya, sapaan akrabnya, saat menyampaikan pidato kunci dikutip dari nu.or.id, Ahad (21/8).

Gus Yahya menegaskan bahwa, NU Women harus dijadikan jembatan untuk merintis dan menerima perubahan peradaban global. Sebagaimana yang telah dicontohkan para pendiri NU.

Baca juga :   Yenny Mundur dari Komisaris Independen PT Garuda Indonesia

“Jadi NU Women ini merupakan sarana untuk merintis dan merespons realitas perubahan peradaban,” tegasnya.

Contoh yang dimaksud, ungkap Gus Yahya, ketika dua aktivis perempuan NU menyuarakan kebutuhannya terkait dunia pendidikan di hadapan pendiri-pendiri NU, tak terkecuali KH Hasyim Asy’ari di Muktamar ke-13 NU di Menes, Pandeglang, Banten, pada 1938, silam.

“Itu saya ingat banget, bagaimana perjuangan Nyai Siti Syarah dan Nyai Siti Djuaesih. Dan yang mereka tuntut itu bukan kesetaraan gender, tapi kesetaraan untuk mendapatkan pendidikan bagi perempuan,” beber kyai kelahiran Rembang, Jawa Tengah, itu.

Karena itu, harap Gus Yahya, dalam hal realitas perubahan peradaban, ia meyakini bahwa gerakan perempuan NU dapat menghadapinya dengan baik dengan melihat teladan-teladan yang dicontohkan para ulama-ulama NU terdahulu.

Baca juga :   Bela Anies, Faizal Assegaf Justru Bongkar Hutang Bosowa ke QNB Rp 7,4 Triliun

“Ketika peradaban berubah, maka pertanyaannya umat Islam itu harus bagaimana? Dan yang berhak menjawab persoalan itu adalah ulama-ulama NU. Kita teladani itu,” jelas Pengasuh Pesantren Raudlatut Tholibien, Rembang itu.

Selanjutnya, kata alumni HMI Yogyakarta itu, soal kesetaraan martabat antara perempuan dan laki-laki secara tegas, ia mengatakan bahwa hal itu hanya permasalahan sudut pandang. Dalam Islam, kata Gus Yahya, baik perempuan atau laki-laki mempunyai kedudukan yang sama. Meskipun, secara khusus ada ayat istimewa yang menyebutkan posisi perempuan bisa lebih mulia.

“Kesetaraan martabat itu sudah jelas. Tapi dalam perspektif agama Islam perempuan itu bisa lebih mulia dari laki-laki. Yaitu dalam hal fungsinya sebagai ibu,” tutur alumni UGM Yogyakarta itu.

Sementara itu, Ketua Organizing Committee (OC) NU Women, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid mengatakan, NU Women adalah sebuah titik temu (sekretariat bersama) yang mewadahi semua perempuan aktivis Nahdlatul Ulama (NU).

Baca juga :   Resmikan Podcast di STID Al-Hikmah, HNW Dukung Pengembangan Dakwah Digital

“NU Women tidak berfungsi untuk menggantikan banom, tapi untuk mewadahi perempuan NU agar tersapa dan termaksimalkan sumbangsihnya bagi NU,” kata Yenny.

Yenny juga menerangkan bahwa, NU Women dibentuk untuk menjawab kegelisahan para aktivis perempuan di tubuh NU. Dalam hal ini, peran dan posisi.

“NU Women itu berangkat dari kegelisahan soal peran perempuan yang hingga kini masih tersembunyi di NU. Dan Ketum PBNU saat ini memberikan kesempatan itu kepada perempuan NU,” terangnya.

Sebagai informasi, kegiatan workshop ini dihadiri oleh kurang lebih 60 aktivis perempuan NU se-Indonesia. Kegiatan ini akan berlangsung selama dua hari Sabtu-Minggu (20-21/8). (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *