INDOSatu.co – SURABAYA – Rencana pemerintah melakukan impor sapi untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, mendapat respon dari kalangan akademisi. Salah satunya datang dari Arin Setyowati, Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya).
Arin menyebut bahwa kebijakan tersebut bisa menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan peternak lokal, terutama petani susu perah di Tanah Air.
Data menunjukkan, produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 20 persen dari total kebutuhan nasional, yang mencapai 4,4 juta ton per tahun. Akibatnya, sekitar 80 persen kebutuhan susu harus dipenuhi melalui impor.
Untuk mengatasi defisit tersebut, pemerintah merencanakan impor sapi perah dalam jumlah besar. Kementerian Pertanian mengungkapkan rencana impor 1 juta ekor sapi perah secara bertahap hingga tahun 2029, dengan tujuan meningkatkan produksi susu domestik dan mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Ketergantungan impor sapi perah berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi jika terjadi fluktuasi harga internasional atau gangguan pasokan,” kata Arin kepada wartawan pada Ahad (15/12).
Arin mengatakan, munculnya tekanan pada peternak lokal yang masih kesulitan bersaing dengan produk impor berpotensi menekan pendapatan peternak domestik. Hal itu tentu berkaitan dengan neraca perdagangan Indonesia mengingat nilai impor sapi dan produk susu yang signifikan,” katanya.
Arin mencontohkan, pada Agustus 2024, impor sapi meningkat 44,09 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Agar persoalan defisit pasokan sapi perah tidak berulang-ulang di tahun berikutnya, kata Arin, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas peternak lokal melalui pelatihan, akses permodalan, dan teknologi modern.
Menurutnya, hal ini akan meningkatkan produktivitas dan kualitas susu domestik, sehingga peternak lokal dapat bersaing dengan produk impor. Di tambah dengan pengembangan infrastruktur peternakan seperti fasilitas pendingin, transportasi, dan pabrik pengolahan susu akan membantu mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan efisiensi distribusi.
Arin juga menegaskan, pemerintah perlu mendorong diversifikasi konsumsi sumber protein alternatif, seperti susu nabati atau susu ikan, hal ini dapat mengurangi tekanan pada permintaan susu sapi dan memberikan pilihan yang lebih beragam bagi konsumen.
Lebih lanjut, penerapan kebijakan proteksi dan insentif untuk melindungi industri susu domestik sembari memberikan insentif bagi peternak lokal untuk meningkatkan produksi.
Dengan mendorong kemitraan antara peternak lokal dengan sektor swasta guna memastikan penyerapan produk lokal dan transfer teknologi yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan kuantitas produksi.
“Diharapkan dengan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, Indonesia dapat mencapai swasembada susu tanpa harus bergantung pada impor, sekaligus memperkuat perekonomian nasional dan kesejahteraan peternak lokal,” pungkas akademisi asal Bojonegoro ini. (*)