Soal Prajurit TNI Duduki Jabatan Sipil, Menteri HAM: Itu Bukan Militerisasi

  • Bagikan
TAK IDENTIK ORBA: Menteri HAM Natalius Pigai (kanan) menyikapi banyaknya personel TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

INDOSatu.co – JAKARTA – Penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan sipil di kementerian/lembaga terus menjadi sorotan. Itu terjadi karena pejabat yang bersangkutan saat mengisi posisi strategis tersebut, tidak disertai mundur dari kesatuan asal, yakni lembaga TNI.

Tak heran fenomena tersebut dinilai publik seolah tengah terjadi militerisasi seperti era Orde Baru. Penepatan personel TNI aktif marak seiiring naiknya Prabowo Subianto menjadi kepala negara.

Baca juga :   Pastikan Jadi Rahasia Presiden, Natalius: Maraknya Muncul Calon Menteri 99 Persen Palsu

Menanggapi isu tersebut, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan tidak sepakat dengan anggapan tersebut. Kata Pigai, mustahil nuansa militerisasi Orde Baru dan sistem otoriter akan kembali di era pasca reformasi.

“Kalau militerisasi kembali seperti nuansa Orde Baru, saya katakan sangat tidak mungkin,” kata Pigai dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (11/3).

Pigai mengingatkan, Presiden Prabowo terpilih menjadi kepala negara setelah melewati rangkaian proses demokrasi. Selain itu, saat Presiden Prabowo menjabat, ada lebih dari 30 wakil menteri yang ditunjuk memiliki latar belakang aktivis.

Baca juga :   Komisi IX: Masyarakat Lebih Butuh Harga Pangan Murah Daripada ‘Rice Cooker’

Pigai juga menjelaskan, hadirnya Kementerian HAM yang terpisah dari kementerian lainnya, adalah cermin nyata pemerintah menjunjung tinggi demokrasi.

“Indonesia adalah satu dari empat negara dunia yang punya Kementerian HAM. Dalam suasana begini, apakah militerisme? Sangat tidak mungkin penetrasi militer,” jelas dia.

Lebih lanjut Pigai menyinggung sistem binomial Orde Baru, di mana setiap unsur beroperasi sebagai satu kesatuan. Sistem itu dioperasikan satu sistem politik.  Sementara dewasa ini, tidak ada fraksi ABRI atau TNI di DPR/MPR.

Baca juga :   Klaim untuk Riset, DPR Curigai Kapal China di Laut Natuna

Fraksi ini yang menurut Pigai harus ada untuk bisa dikatakan terjadinya pergeseran sistem demokrasi ke sistem otoritarianisme. ”Idealnya kan begitu. Tetapi yang terjadi kan tidak ada itu fraksi TNI di DPR/MPR,” pungkas Pigai. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *