INDOSatu.co – SURABAYA – Usulan Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) menggunakan pendanaan dari zakat menuai banyak tanggapan. Salah satunya datang dari akademisi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM) Surabaya.
M. Febriyanto Firman Wijaya, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya menilai, usulan Sultan terkait pendanaan MBG dari zakat perlu pembahasan lebih mendalam.
“Usulan Ketua DPD RI tentang penggunaan dana zakat untuk program Makan Bergizi Gratis memerlukan evaluasi mendalam berdasarkan aspek teologis dan hukum.” ujar Riyan, sapaan akrab M. Febriyanto Firman Wijaya.
Menurut Riyan, zakat dalam Islam memiliki tujuan spesifik, yaitu mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan mustahiq (orang yang berhak menerima zakat)
Ia menjelaskan, sudah jelas dalam QS. At-Taubah: 60, bahwa terdapat 8 golongan orang yang berhak menerima zakat, diantaranya: Fakir, Miskin, Amil (Orang yang mengurus zakat), Mualaf (Orang yang baru masuk Islam), Riqab (Memerdekakan budak), Gharimin (Orang yang Memiliki Hutang), Fisabilillah (Berjuang di jalan Allah SWT), dan Ibnu Sabil (Orang yang sedang melakukan perjalanan jauh).
“Seharusnya, sebagai ketua DPD RI, Pak Sultan bisa memfilter dan melihat dalam aspek yang lebih luas dan perlunya pertimbangan secara mendalam, terutama penggunaan dana zakat,” kata Riyan.
Apa yang diusulkan Sultan, kata Riyan, jelas bertentangan dengan prinsip zakat yang mengutamakan mustahiq. Karena Program makan bergizi gratis (MBG) itu tidak secara spesifik menargetkan mustahiq, sehingga usulan tersebut dinilai tidak pas.
Riyan menegaskan, penggunaan dana zakat harus diprioritaskan untuk program yang sesuai dengan konsep zakat, seperti bantuan langsung kepada mustahiq atau yang masuk dalam delapan golongan tadi.
Karena itu, lanjut Riyan, sebagai pejabat publik, apalagi Ketua DPD RI, pernyataan Sultan yang memberikan usulan dana zakat digunakan untuk MGB perlu dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan konsep zakat.
“Jangan sampai karena sesuatu hal, akhirnya menghalalkan segala cara, sehingga melanggar aturan teologis, salah satu adalah menabrak kaidah dan fungsi zakat itu sendiri,” pungkas Riyan. (*)