Soal Big Data Luhut, Lieus Sungkharisma: Berhentilah Bohongi Publik

  • Bagikan
KRITISI ELIT PENGUASA: Koordinator KomTak, Lieus Sungkharisma menilai, para elit politik sedang memainkan gagasan penundaan pemilu. Padahal, yang dilakukan mereka tidak konstitusional dan melanggar undang-undang.

INDOSatu.co – JAKARTA – Klaim Big Data (data besar) dari Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan terkait 110 juta nitizen ingin Pemilu 2024 ditunda, terus berbuntut. Klaim tersebut dicurigai sebagai agenda terselubung dari elit penguasa untuk terus mempertahankan kekuasaan, meski dengan melanggar undang-undang dan konstitusi negara.

Pernyataan tegas itu dilontarkan oleh Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma. Menurut Lieus, Big Data 110 juta klaim Luhut itu tidak lepas dari rangkaian pernyataan sebelumnya oleh sejumlah elit parpol yang ingin pemilu 2024 tidak digelar.

“Para elit politik itu sebenarnya tahu bahwa gagasan penundaan pemilu tidak konstitusional dan melanggar undang-undang. Tapi, demi memenuhi ambisi pribadi untuk terus berkuasa, mereka tak peduli lagi soal itu (pemilu digelar 2024, Red),” ujar Lieus dalam keterangannya kepada INDOSatu.co, Kamis (17/3).

Baca juga :   Soal Penetapan Dirjen Daglu Tersangka, Lieus: Jika Punya Rasa Malu, Menteri Harusnya Mundur

Luhut sendiri, tambah Lieus, demi menguatkan ambisi untuk terus berkuasa, kemudian melontarkan pernyataan yang mengklaim memiliki data tentang 110 juta nitizen yang menghendaki pemilu ditunda dan jabatan presiden diperpanjang.

“Para elit penguasa itu sedang main pingpong. Saling lempar bola. Saya minta janganlah terus membohongi rakyat. Para elit politik, berhentilah membohongi publik,” tegas Lieus.

Lieus menilai, para elit politik saat ini sedang mempermainkan perasaan rakyat. “Lihat saja, Luhut mengaku punya data. Tapi ketika diminta membukanya, dia menolak. Ini kan pembohongan namanya. Kalau benar punya data itu, ya, buka saja. Data itu kan milik publik. Tapi kenapa Luhut keberatan?,” tanya Lieus.

Baca juga :   Dijadwalkan Buka Muktamar Sufi Internasional di Pekalongan, Jokowi Mendarat di Cirebon

Seperti diketahui, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim punya data besar yang berisi suara 110 juta pengguna media sosial ingin pemilu 2024 ditunda. Namun, dalam satu acara di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Selasa (15/3) wartawan meminta Luhut membukanya, justru menolak. “Buat apa dibuka?,” katanya.

Hal itulah yang membuat Lieus merasa bahwa para elit yang kini lagi berkuasa sedang mempermainkan perasaan rakyat dengan menggiring opini seolah-olah mayoritas rakyat negeri ini menghendaki pemilu ditunda. “Padahal, para elit itulah yang ingin mempertahankan kekuasaannya,” tutur Lieus.

Apalagi, jelas Lieus, big data Luhut itu dibantah langsung oleh data yang ada di DPD RI. “Data Luhut sangat jauh berbeda dengan data yang dimiliki Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti,” ujar Lieus.

Baca juga :   Apresiasi Panglima TNI, Syahganda Minta Otopsi Ulang Juga 6 Korban Laskar FPI dalam Kasus KM-50

LaNyalla menyebut klaim Luhut itu tidak dapat dibenarkan. Berdasarkan analitik big data yang dimiliki DPD RI, percakapan tentang Pemilu 2024 di platform paling besar di Indonesia, yaitu Instagram, YouTube, dan TikTok tidak sampai 1 juta orang,” ujar Nyalla.

Karena itu, Lieus meminta Luhut dan para elit partai politik berhenti mewacanakan penundaan pemilu, apalagi ingin memperpanjang jabatan presiden.

“Patuhi dan jalani saja apa yang sudah diamanatkan oleh konstitusi dan undang-undang. Para elit politik jangan bikin negeri ini semakin gaduh dengan pernyataan-pernyataan kontra produktif seperti itu,” kata Lieus. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *