Sistem Hukum dan Demokrasi yang Tergadaikan

  • Bagikan

NO VIRAL NO JUSTICE sebagai strategi mewujudkan keadilan yang paripurna. Summum ius summa injuria (keadilan tertinggi adalah ketidakadilan tertinggi). Langkah DPR-RI yang tiba-tiba seperti tersambar kilat menggelar rapat pembahasan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau RUU Pilkada di saat rakyat sedang bersuka cita menyambut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang ambang batas pencalonan kepala daerah.

Sebaliknya, secepat kilat pula, rakyat protes karena perilaku DPR yang dianggap karena akan menganulir putusan MK dengan revisi RUU Pilkada. Mungkin saja sudah ada penjadwalan RUU Pilkada oleh Baleg DPR-RI, tetapi lambat karena penuh kepentingan, sehingga kalah dengan niat tulus dari para aktivis pro demokrasi penguji judicial review di MK.

Bukankah lebih baik dan utama DPR-RI itu fokus mengamankan proses peralihan kekuasaan Presiden pada 20 Oktober 2024 nanti, sekalian mengawasi jalannya pemerintahan Jokowi saat ini, daripada pusing dengan putusan MK yang dinilai banyak kalangan memenuhi rasa keadilan bagi semua calon kepala daerah.

Baca juga :   Survei LSI Denny JA di Sumut Pembohongan Publik, Anies Hanya 5 Persen

Rapat yang digelar Baleg DPR dinilai merupakan upaya penjegalan atas Putusan MK yang dikeluarkan pada Selasa (20/8) terkait ambang batas pencalonan calon gubernur, bupati dan walikota. Rakyat pantas kecewa atas kondisi sistem hukum dan demokrasi Indonesia yang diobok-obok oleh penguasa dan kroninya.

Indonesia sedang terancam karena Baleg DPR dianggap melanggengkan upaya politik dinasti. Perlawanan ini dilakukan sebagai bentuk akumulasi kemarahan publik karena dinilai bertentangan dengan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 tentang batas usia minimal calon Gubernur dan wakil Gubernur di Pasal 7.

Pembahasan revisi oleh Baleg DPR atas UU Pemilihan Kepala Daerah dengan mengabaikan putusan MK Nomor. 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 sehari setelah diputuskan, nyata-nyata DPR telah mencederai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat.

Baca juga :   Pelihara Oligarki; Pejabat Kaya, Rakyat Kere

Tidak ada dasar filosofis, yuridis, maupun sosiologis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengubah persyaratan usia calon kepala daerah, termasuk besaran kursi parpol melalui revisi UU Pemilihan Kepala Daerah.
Sebab, putusan MK itu bersifat final dan mengikat untuk semua lembaga negara dan pejabatnya.

Perubahan-perubahan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antar lembaga tinggi negara, seperti MK versus DPR, sehingga kelak hasil pilkada justru akan merugikan seluruh elemen masyarakat karena bersifat kontraproduktif dan akan menimbulkan kerusakan kehidupan bernegara.

Konsekuensi yang tak terelakkan ini meruntuhkan kewibawaan negara, lembaga-lembaga negara karena pejabatnya menginjak-injak seenaknya sistem hukum dan demokrasi Indonesia. Jangan sampai kepercayaan rakyat itu merosot ke titik nol, bersamaan dengan runtuhnya kepercayaan rakyat kepada Negara dan pejabatnya.

Masyarakat di semua lapisan tersentak dan geram karena sikap dan tindakan para pejabat pusat, baik di tataran Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif yang sangat arogan dan nyata-nyata mengingkari sumpah jabatan mereka. Rakyat sangat prihatin dan cemas akan masa depan sistem hukum dan demokrasi yang akan menghancurkan bangsa ini. Demokrasi tersandera dan tergadaikan karena perilaku elit negara yang sembrono.

Baca juga :   Bu Mega Bertanggung Jawab untuk Hentikan Jokowi

Para anggota Dewan terhormat yang sebagian baru ditaburi jasa kehormatan, semestinya mengawal dan menjamin berlangsungnya Reformasi, jangan justru berkhianat dengan menolak dan tidak mematuhi putusan MK yang dikeluarkan untuk menjaga sistem hukum dan demokrasi di negeri ini.

Kondisi saat ini bisa genting, dan menyebabkan rakyat menyikapi kegentingan tersebut dengan mengimbau semua lembaga negara terhormat harus taat asas. Jangan kalah dengan rakyat yang sudah banyak menderita karena perlakuan negara (presiden dan pejabat-pejabat) saat ini.

Semoga Allah SWT memberi bimbingan dan melindungi bangsa dan negeri kita dari kehancuran sekelompok orang. Aamiin… (*)

Dahlan Pido, SH., MH;
Penulis adalah Praktisi Hukum/Advokat Senior.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *