INDOSatu.co – BOJONEGORO – Maraknya komersialisasi di dunia pendidikan, salah satunya sekolah mewajibkan siswa membeli seragam di koperasi sekolah dengan harga jauh diatas harga pasar mendapat perhatian serius DPRD Bojonegoro.
Wakil Ketua I DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto menyayangkan adanya bentuk komersialisasi seragam sekolah yang harganya jauh di atas rata rata harga di pasaran. Sebab, ternyata banyak orang tua yang merasa keberatan dengan mahalnya seragam yang dijual di koperasi sekolah itu.
“Saya pikir tidak ada salahnya jika sekolah itu ingin memajukan usaha koperasi atau memberikan fasilitas kepada siswanya, tetapi yang perlu digarisbawahi, jangan pernah sekolah itu mengomersialkan secara berlebihan, dimana harga jual baju seragam dan buku didapati harganya jauh melebihi harga pasaran.” tutur Sukur kepada INDOSatu.co, Senin (31/7).
Menurut Sukur, dengan adanya fenomena seperti itu, peran sekolah saat ini berpindah alih, yang seharusnya menjadi pusat peningkatan mutu belajar mengajar, sekarang mulai bergeser fungsi menjadi sarana ajang makelarisasi.
“Akhir akhir ini, sering kita mendengar di beberapa sekolah di kabupaten Bojonegoro, baik negeri maupun swasta berlomba-lomba jualan baju jualan seragam dan jualan buku, seolah-olah sekolah ini alih profesi, yang semestinya sekolah ini fokus kepada pusat belajar mengajar, tetapi sekarang bergeser. Ada kesan sekolah ini menjadi makelar buku, makelar kalender, dan makelar seragam.” ungkap Sukur.
Tidak ada salahnya, kata Sukur, jika suatu lembaga pendidikan ingin memajukan koperasi sekolah maupun memberikan fasilitas kepada siswanya, namun jangan sampai sekolah tersebut melakukan komersialisasi secara berlebihan seperti harga seragam yang jauh diatas rata rata.
Karena itu, kata Ketua DPC Partai Demokrat (PD) ini menghimbau kepada Dinas Pendidikan agar terus mewaspadai dan menjadikan sekolah untuk tetap fokus meningkatkan mutu pendidikan dan bukan menjadi ajang komersialisasi, sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar.
“Kepala dinas pendidikan harus ngasih rambu rambu hendaknya harga ini jangan melebihi jauh dari harga pasaran,” kata Sukur.
Sukur mengaku sering mendapat pengaduan dari beberapa siswa yang sampai saat ini masih belum bisa membeli baju seragam sekolah. Bahkan, kata Sukur, ada beberapa siswa yang mengadu bahwa sampai sekarang masih belum mampu membeli baju seragam olahraga.
“Saya minta jangan lah, ketika pemerintah menggeratiskan dana BOS-nya, tetapi di sisi lain ada pungutan pungutan yang sangat luar biasa di luar BOS itu. Ini tidak boleh. Sebab, kita mendapati bahwa saat ini gaji guru sekolah ini kan sebagian besar di-support oleh pemerintah,” kata Sukur.
Sukur tidak ingin sekolah-sekolah di Kabupaten Bojonegoro, baik negeri maupun swasta mengomersialkan seragam atupun buku dengan harga yang berlebihan. Silakan koperasi boleh berjalan, tetapi harganya yang wajar, yang manusiawi dan jangan terlalu berlebihan. Dinas pendidikan juga tidak boleh tinggal diam menghadapi fenomena dunia pendidikan belakangan ini.
“Melihat fenomena yang seperti ini, dinas pendidikan justru harus hadir memperingatkan hal-hal yang seperti ini. Jadi, dinas pendidikan harus turun tangan,” pungkas Sukur. (*)