INDOSatu.co – JAKARTA – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritik sikap Kementerian Pemuda dan Olahraga, juga sikap Ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir yang tidak merespons positif penolakan berbagai Ormas Islam seperti MUI, Muhammadiyah, DDII, juga penolakan oleh banyak anggota DPR dan BKSAP DPR RI atas akan hadirnya Tim Sepakbola negara penjajah Israel ke Indonesia pada gelaran Piala Dunia U-20, Mei 2023.
Apalagi di saat yang sama, Israel dengan kompetisi sepakbola bukan makin sportif, malah makin brutal, bukan hanya terhadap warga Gaza, tapi juga warga Palestina di Tepi Barat. Mereka banyak melakukan kejahatan terhadap warga sipil dan menghancurkan paksa banyak pemukiman warga Palestina di Tepi Barat. Bahkan, pada bulan Desember 2022, pasukan penjajahan Israel juga menembak mati Ahmed Daraghbah, bintang muda sepakbola Palestina. Karen makin brutal seperti itu, Israel makin membuktikan diri sebagai negara penjajah.
“Mestinya Ketua PSSI dan Kemenpora meneladani Presiden Soekarno yang menolak kesebelasan Israel karena posisi Israel sebagai penjajah. Bung Karno menolak tanpa merasa malu, malah penuh percaya diri, karena sikapnya itu dilandasi Konstitusi yang jelas dan benar. Bung Karno melarang Timnas Indonesia bertanding melawan Israel pada Kualifikasi Piala Dunia 1958, dan tidak mengundang Timnas Israel pada Asian Games 1962 di Jakarta. Dan karena konsistensi dan ketegasannya itu, nama Bung Karno menjadi sangat harum, yang berimbas pada keharuman nama Indonesia juga,” jelas HNW, sapaan akrabnya melalui siaran pers, Rabu (8/3).
Sikap tegas dan berani dari Bung Karno itu, lanjut HNW, dapat dipahami, karena perintah UUD NRI 1945 sudah sangat jelas dan tegas, bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
“Dan hingga saat ini, penjajahan Israel terhadap Palestina masih terus berlangsung. Bahkan, dibandingkan dengan saat Bung Karno tidak mengundang/menolak kedatangan tim Israel pada tahun 1962, sikap Israel sebagai negara penjajah bukan semakin melunak, tapi semakin parah. Bahkan Masjid al-Aqsa yang dahulu belum disentuh penjajah dan ekstrimis zionis, belakangan semakin sering diserang dan atau dilanggar kesuciannya oleh rezim zionis dengan pengawalan pasukan Israel”tukasnya.
“Jadi, penolakan berbagai pihak atas rencana kedatangan lebih dari 50 pemain sepakbola Israel beserta tim pendukungnya ini bukan semata urusan politik, tetapi urusan konsistensi melaksanakan Konstitusi sebagaimana diwujudkan dalam sikap resmi Pemerintah sejak zaman Bung Karno. Penolakan itu juga karena masalah kemanusiaan yang dicabik-cabik oleh pemerintah Israel dan warga pendukungnya. Dan semestinya, kemanusiaan itu ditempatkan di atas hal apa pun, termasuk di atas kepentingan yang mengatasnamakan olahraga,” tambahnya.
Lebih lanjut, HNW mengapresiasi sikap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menyampaikan sikap resmi Indonesia dalam debat terbuka di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada awal Tahun 2023. Menlu RI tegas menunjukkan kembali sikap resmi Indonesia berupa dukungan kuat terhadap Palestina dan bahkan mengajak Negara-negara yang lain untuk bersikap tidak basa-basi, untuk menghentikan tragedi kemanusiaan yang menimpa bangsa Palestina, dan agar tahun 2023 menjadi tahun yang lebih baik bagi Palestina merdeka.
Pidato yang merupakan arah kebijakan luar negeri Indonesia itu mestinya ditaati dan dirujuk oleh pejabat-pejabat lainnya, seperti Ketua Umum PSSI dan Menteri Pemuda dan Olahraga dengan membatalkan kehadiran Israel dalam Piala Dunia U-20 di Indonesia, karena diyakini penjajahan Israel makin brutal dengan tidak mengindahkan Resolusi PBB. Bukan malah memberi jaminan keamanan bagi pemain-pemain Israel, padahal negara itu terus menjajah dan makin tidak memberikan keamanan bagi warga dan negara Palestina serta Masjid alAqsha”.
Selain itu, lanjut HNW, seharusnya Kemenpora dan PSSI dapat meniru Pemerintah Qatar dalam penyelenggaraan Piala Dunia 2022, yang tetap tegas menjaga nilai-nilai yang diyakini oleh bangsanya, seperti pelarangan kampanye LGBT dan pelarangan minuman beralkohol di dalam stadion. Dan ternyata sikap itu bisa diterima oleh Presiden FIFA, bisa dilaksanakan, dan tidak membuat pemerintah Qatar jadi seperti mempermalukan diri sebagaimana digambarkan oleh pihak-pihak yang mendukung kehadiran kesebelasan penjajah Israel.
Nama Qatar malah menjadi harum. Itu contoh dari negara “kecil” yang memenangi “biding” sebagai tuan rumah penyelenggaraan piala Dunia yang malah dinilai sebagai yang paling sukses pada abad XXI ini. Qatar bisa dan berani bersikap mempertahankan yang diyakini oleh konstitusinya. Kemenpora (Pemerintah) dan PSSI seharusnya bisa bersikap seperti itu.
Selain melanjutkan keteladanan Bung Karno dan sikap Qatar, menurut HNW, Kemenpora dan PSSI seharusnya bisa bernegosiasi dengan FIFA. Karena sikap tegas FIFA melarang Rusia tampil di Piala Dunia 2022, dikarenakan invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina. Padahal, tim sepakbola Rusia tampil cukup menawan di fase kualifikasi. Invasi Rusia terhadap Ukraina bila dibanding dengan penjajahan Israel terhadap Palestina jelas kalah jauh. Dan ternyata, di dunia olahraga bukan hanya FIFA yang menghukum Rusia, juga di lapangan tenis, atlet Rusia dilarang menampilkan bendera dan asal negaranya Rusia.
Korban-korban yang jatuh akibat penjajahan Israel sejak 1948 juga jumlahnya jauh lebih banyak dibanding dengan korban akibat invansi Rusia sejak setahun yang lalu. Momentum Piala Dunia U-20 ini seharusnya digunakan pemerintah dan PSSI atas nama sportivitas, kemanusiaan dan keadilan serta konsistensi pada konstitusi sebagaimana dicontohkan Presiden Soekarno, untuk menekan Israel agar menghentikan penjajahannya atas Palestina dan mengakui Palestina merdeka dengan ibukota Jerusalem (timur).
Selain itu, kata HNW, juga untuk mengkoreksi FIFA agar berlaku adil dan tidak berlaku standar ganda, melarang kesebelasan Rusia, tapi membolehkan kesebelasan Israel negeri penjajah yang, bahkan juga tidak peduli dengan sportivitas olahraga. ”Terbukti, dengan ditembak matinya beberapa pesepak bola Palestina, seperti yang terakhir bintang sepakbola Palestina; Ahmed Daraghbah, ditembak mati oleh penjajah israel pada Desember 2022,” pungkas HNW. (adi/red)