Senin Diputus, AASB Berharap Hakim MK Tidak Jilat Ludahnya soal UU Omnibus Law Ciptaker

  • Bagikan
CABUT OMNIBUS LAW: Suasana pembacaan pernyataan sikap Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB). Mereka meminta agar 9 hakim MK tetap konsisten pada keputusannya bahwa UU Omnibus Law harus dicabut karena inkonstsitusinal.

INDOSatu.co – JAKARTA – Sejumlah serikat buruh dan pekerja yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) berharap, 9 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan mengambil keputusan mengenai gugatan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker), Senin (2/10). Hakim akan konsisten pada keputusannya.

Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman yang membacakan pernyataan sikap mengatakan, bahwa hakim pernah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 43/PUU-XVIII/2020, halaman 385, paragraf kedua, menyatakan:

“[…] frasa “persidangan yang berikut” harus diartikan sebagai persidangan pengambilan keputusan oleh DPR seketika setelah Perppu ditetapkan oleh Presiden dan diajukan kepada DPR. Artinya, meskipun Perppu ditetapkan dan diajukan oleh Presiden pada saat masa sidang DPR sedang berjalan (bukan masa reses), maka DPR haruslah memberikan penilaian terhadap RUU Penetapan Perppu tersebut pada sidang pengambilan keputusan di masa sidang DPR yang sedang berjalan tersebut. […]

Hal itu sangat penting mengingat esensi diterbitkannya Perppu adalah karena adanya keadaan kegentingan yang memaksa sebagai syarat absolute.”

Baca juga :   Aleg PKS Minta Hentikan IKN, Johan: Pemerintah Harus Fokus Penuhi 2,5 Juta Ton Stok Beras

Seperti diketahui DPR mengesahkan Perppu Cipta Kerja pada masa sidang kedua setelah terbitnya Perppu. Sehingga, jika MK tidak menjilat ludahnya sendiri, maka UU Cipta Kerja harus dinyatakan Cacat Formil.

“Karena itu, kalau dulu MK menolak UU Cipta Kerja karena dinilai inkonstitusional bersyarat, sekarang mudah-mudahan MK juga menyatakan inkonstitusional permanen,” kata Rudi dalam konperensi pers di Patung Kuda, Medan Merdeka Barat, Jakarta, Sabtu (30/9) siang.

Sementara itu, Ketua Umum FSP LEM yang juga Sekretaris Jenderal KSPSI Arif Minardi mengaku khawatir bahwa keputusan MK 2 tahun lalu yang diambil oleh hakim Wahidudin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Aswanto akan berubah setelah hakim Aswanto diberhentikan dari jabatannya oleh DPR RI.

Seharusnya, kata Arif, para hakim melaksanakan Putusan MK untuk memperbaiki UU tersebut, Pemerintah justru mengabaikan putusan MK dan menolak dialog dengan pihak-pihak terkait, khususnya buruh. Yang dilakukan pemerintah malah menerbitkan Perppu yang disahkan menjadi UU oleh DPR RI.

Baca juga :   Soal Dana Desa, Wakil Ketua MPR: Manfaatkan Untuk yang Lebih Produktif

“Jadi, pemerintah tidak melaksanakan putusan MK,” tegas Joko Heryono, Ketua Umum SPN yang hadir dalam konperensi pers tersebut.

Perwakilan sejumlah aliansi serikat buruh dan pekerja dalam kesempatan itu berharap 9 hakim MK bisa memutuskan gugatan terhadap UU Cipta Kerja secara adil dan mengedepankan kepentingan masa depan bangsa. “Jika 9 hakim MK tidak memutuskan membela rakyat jangan salahkan jika rakyat marah dan menuntut pertanggung jawaban hakim-hakim MK,” tegas Sunarti, dari SBSI 92.

Sementara itu, Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat menegaskan, jika MK tidak membatalkan UU Omnibus Law berarti menjilat ludahnya sendiri. “Kita tidak ingin melihat hakim-hakim MK yang mulia dan pengawal konstitusi itu menjilat ludahnya sendiri,” tegas Jumhur.

Para perwakilan buruh dan serikat pekerja berjanji akan mengawal sidang MK yang akan memutuskan gugatan terhadap UU Omnibus Law Ciptaker pada Senin (2/10) mendatang.

Lanjutkan Perjuangan

Lebih jauh AASB menyatakan jika gugatan terhadap UU Omnibus Law Ciptaker ditolak MK, buruh akan terus melanjutkan perjuangan sampai UU tersebut dicabut. “AASB akan meneruskan perjuangan sampai UU itu dicabut, dengan melakukan demo besar-besaran 10 Desember, dan menuntut Presiden Jokowi mundur,” kata Arif Minardi.

Baca juga :   Kisruh PSN, Aparat Harus Panggil Jokowi, Aguan, Hadi Tjahjanto, dan Sandiaga Uno

Sedangkan Sekjen GSBI Emelia Yanti meneriakkan “Kita minta bubarkan saja seluruh fakultas hukum dan pendidikan hukum di tanah air karena tidak ada gunanya,” tegasnya

Menghakhiri aksi, Jumhur Hidayat mengajak seluruh masyarakat yang telah dirugikan oleh UU Omnibus Law Cipta Kerja, yang disebutnya sebagai kaum revolusioner dari berbagai sektor seperti petani, masyarakat adat dan juga gerakan buruh lainnya untuk bersama-sama mengawal sidang MK pada Senin (2/10) nanti.

Jika MK menolak gugatan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja, Jumhur menegaskan, para buruh akan menuntut pemerintah menerbitkan Perppu mencabut UU tersebut atau meminta Presiden Jokowi mundur.

Mengutip Bung Karno Proklamator Kemerdekaan, Jumhur mengatakan sudah saatnya semua kekuatan revolusioner bergabung untuk melawan penindasan ini. “Samen bundling van alle revolutionaire krachten”, pungkas Jumhur. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *