Revisi Terbaru, Dilarang Gelar Resepsi Pernikahan

  • Bagikan
BERKERUMUN: Salah satu acara hajatan pernikahan seperti ini dilarang setelah pemberlakuan PPKM Darurat.

INDOSatu.co – JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akhirnya mengubah aturan tempat ibadah dan resepsi pernikahan selama masa PPKM Darurat Jawa-Bali.

Bagaimana perubahan tersebut? Perubahan itu tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 19 Tahun 2021 yang merupakan perubahan ketiga Inmendagri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa Bali.

Baca juga :   Waktu Jadi Presiden, Megawati: Suka Berbelok-belok, agar Terlihat Manis

“tempat ibadah (Masjid, Mushola, Gereja, Pura,
Vihara dan Klenteng serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah) tidak mengadakan kegiatan peribadatan atau keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM Darurat. Dan mengoptimalkan pelaksanaan ibadah di rumah,” kutip Inmemdagri Nomor 19 Tahun 2021.

Sebelumnya, dalam Inmendagri Nomor 15 Tahun 2021 disebutkan; “tempat ibadah (Masjid, Mushola, Gereja, Pura, Vihara dan Klenteng serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah) ditutup sementara“.

Baca juga :   Karantina 14 Hari dan Harga Berlipat, Kemenag: Tak Masuk Akal

Sementara itu pada Inmendagi Nomor 15 Tahun 2021 disebutkan; “resepsi pernikahan dihadiri maksimal 30 (tiga puluh) orang dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat dan tidak menerapkan makan ditempat resepsi, penyediaan makanan hanya diperbolehkan dalam tempat tertutup dan untuk dibawa pulang“.

Pada Inmendagri Nomor 19 diubah menjadi; “Pelaksanaan resepsi pernikahan ditiadakan selama penerapan PPKM Darurat“.

Baca juga :   Dibatasi PPKM, Puluhan Pekerja Seni Tuban Luruk Pemkab

Seperti diketahui, kebijakan pemerintah menutup tempat ibadah selama penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali pada 3-20 Juli 2021 menuai kritik, terutama dari umat Islam, karena menurut mereka, dalam kondisi pandemi seperti ini seharusnya negara mendorong rakyatnya untuk lebih dekat kepada Yang Maha Kuasa, bukan menutup tempat mereka beribadah.

Pengamat kebijakan publik Amir Hamzah bahkan menilai, kebijakan menutup tempat ibadah tersebut melanggar UUD 1945. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *