Respon Usul Mahfud soal RUU Perampasan Aset dan Kasus Kemenkeu, HNW: Selesaikan Draft-nya, Lalu Kirim ke DPR

  • Bagikan
HINDARI POLEMIK: Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid meminta agar Menko Polhukam Mahfud MD mendorong pemerintah untuk segera menyerahkan draf RUU Perampasan Aset ke DPR RI, sehingga DPR segera membahas dan mengesahkan menjadi UU.

INDOSatu.co – JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI, Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA (HNW) mendukung Menko Polhukam, Prof Mahfud MD agar menuntaskan dugaan penyimpangan ratusan triliun rupiah di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Selain dukungan berbagai petisi dari kalangan akademisi, jika serius, Mahfud juga perlu segera melaporkan masalah ini ke penegak hukum. Baik KPK, Kepolisian, maupun Kejagung, sehingga mereka dapat menindak lanjuti laporan kasus tersebut.

Laporan tersebut perlu dilakukan agar KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai kewenangannya, untuk serius menindaklanjuti. Demi penegakan hukum dan efektivitas pemberantasan korupsi, pengembalian aset negara, juga memulihkan kepercayaan publik. Selain itu, HNW juga mendukung lontaran Menko Polhukam agar Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana untuk didukung dan disahkan oleh DPR, sebagaimana juha harapan secara terbuka dari Presiden Jokowi.

“Soal ini pasti kita dukung bersama, agar berbagai persoalan hukum seperti adanya 2 jenis transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan yang diangkat Prof Mahfud, serta kasus-kasus sejenis lainnya bisa diselesaikan secara hukum, termasuk dengan perampasan aset. Dan kami berharap agar masyarakat sipil, termasuk ormas ikut terus mengawasi dan mengawal,” ujar Hidayat Nur Wahid.

Pernyataan serupa dari Hidayat Nur Wahid itu juga sudah disampaikan saat menerima Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah Jakarta Selatan di Gedung MPR RI, Jakarta, pada 5 April 2023. Karena itu, HNW, sapaan akrab Hidayat Nur Wahid, justru mempertanyakan keseriusan pemerintah terkait dengan pengesahan RUU Perampasan Aset. Pasalnya, tidak seperti diopinikan Prof Mahfud. RUU ini ternyata sudah disetujui DPR untuk ditetapkan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, sehingga memang akan dibahas dan diharapkan bisa diselesaikan tahun ini.

Baca juga :   Buka Raker dan Pelantikan PC/PAC Fatayat NU, Yandri Susanto: Rapatkan Barisan, Jawab Tantangan ke Depan

“Dari 39 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ada 25 RUU usulan DPR, 11 RUU usulan Pemerintah. RUU Perampasan Aset bagian dari usulan Pemerintah. Dan Pemerintah sebagai lembaga yang mengusulkan, seharusnya menyiapkan Naskah Akademik (NA) dan draft RUU tersebut dan mengajukannya ke DPR. Tapi anehnya, sampai sekarang, menurut banyak anggota Komisi III DPR, Pemerintah justru belum mengajukan Naskah Akademik RUU dan juga belum mengajukan draft RUU Perampasan Aset,” ujarnya.

Terkait RUU Perampasan Aset, kata HNW, sebenarnya ada di pemerintah sendiri, bukan di DPR. Apalagi dikabarkan bahwa soal RUU Perampasan Aset ini belum tuntas di Pemerintah karena Menkeu, Kejagung dan Kapolri belum memberikan persetujuannya. Masalah belum disahkannya RUU ini ada di Pemerintah, bukan di DPR. Mestinya Prof Mahfud mengkritik Pemerintah dan mendorong agar segera mengajukan draft RUU beserta naskah akademiknya ke DPR.

Baca juga :   Soal RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), Wakil Ketua MPR: Harus Perkuat Ketahanan Keluarga

“Karena tidak masuk akal dan tidak sesuai aturan pembuatan UU, kalau DPR sudah dukung, tapi disuruh mengesahkan RUU yang belum diajukan Pemerintah ke DPR. Kalau Prof Mahfud serius, segera dorong Pemerintah untuk ajukan naskah akademik dan draft RUU, agar segera bisa dibahas DPR dan diundangkan secara bersama,” anggota DPR RI dari PKS dapil DKI Jakarta II ini.

Selama ini, ungkap HNW,  DPR justru selalu menyetujui RUU inisiatif dari Pemerintah, seperti RUU Cipta Kerja, IKN dan lain-lain, meski ditolak oleh PKS. Sebab, mayoritas partai dan fraksi di DPR adalah pendukung Pemerintah. Tak heran jika pengesahannya lebih cepat, dan dirasakan adanya keperluan genting dan mendesak, Presiden bisa kembali mengajukan aturan perampasan aset ini dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dengan alasan kegentingan yang memaksa, sebagaimana yang sudah biasa dilakukan Pemerintah untuk Perppu Cipta Kerja.

”Itu akan bisa cepat disetujui oleh mayoritas mutlak partai dan fraksi di DPR, yang juga adalah pendukung Pemerintah, sekalipun juga ditolak oleh PKS. Tapi untuk RUU Perampasan Aset, PKS akan mendukung,” tambah Wakil Ketua Badan Wakaf Ponpes Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur ini.

Baca juga :   Sesuai Konstitusi, HNW Desak PSSI Dukung FIFA Jatuhkan Sanksi terhadap Israel

Meski demikian, lanjut HNW, yang tidak kalah penting dari hadirnya RUU Perampasan Aset ini adalah komitmen penegak hukum untuk menggunakan instrumen hukum ini dengan berani, jujur dan benar. Sebab selama ini, kata HNW, sudah banyak UU sejenis yang dihasilkan, tetapi pada praktiknya tidak banyak diimplementasikan di lapangan.

”Misalnya, terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang telah ditetapkan menjadi UU sejak 2010, tetapi hingga saat ini masih minim sekali diimplementasikan,” kata HNW.

Regulasi yang dibutuhkan RUU Perampasan Aset itu, kata HNW, harus seiring sejalan dengan terus dilakukannya reformasi terhadap penegak dan penegakan hukum di Indonesia. Harapannya, agar hadirnya RUU ini dapat diwujudkan. Karena itu, Prof Mahfud perlu segera mendorong Pemerintah untuk mengajukan draft RUU Perampasan Aset inisiatif Pemerintah ke DPR, agar bisa segera dibahas oleh DPR karena tidak mungkin DPR bisa segera mengesahkan RUU Perampasan Aset kalau draft RUU-nya malah belum diajukan Pemerintah ke DPR.

”Ini perlu Prof Mahfud lakukan agar semua polemik soal ini segera berakhir, sehingga penegakan hukum dan pemberantasan korupsi dapat efektif dilakukan,” pungkas pria asal Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, ini. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *