Putusan MK Nomor 90 Digugat, Prof. Denny: Pencalonan Gibran Bisa Tidak Sah

  • Bagikan
GUGAT PUTUSAN MK: Prof. Denny Indrayana dari Integrity Law Firm mengadukan putusan MK NOmor 90 Tahun 2023 terkait syarat umur capres dan cawapres ke MKMK.

INDOSatu.co – JAKARTA – Pencalonan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres benar-benar belum aman. Penyebabnya, saat ini banyak pihak yang mempersoalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat umur capres dan cawapres, yang dinilai kontroversial tersebut.

Bahkan, saat ini sedang terjadi proses yang sangat penting di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang bisa mempengaruhi pencalonan, dan bahkan hasil pemilihan presiden 2024 mendatang tersebut.

Dalam rilis resmi yang disertai unggahan sebuah video INTEGRITY Law Firm, Prof. Denny Indrayana mengungkapkan, perkembangan terbaru Kamis kemarin, yang mana MKMK menghadirkan beberapa pemohon, termasuk dirinya.

‘’Dan menjelaskan kenapa saya, karena saya mengajukan pengaduan. Ada dua surat yang kami sampaikan, per tanggal 27 Agustus, lebih kurang dua bulan yang lalu dan pengaduan 23 Oktober. Karena kami melihat ada benturan kepentingan yang dilakukan oleh hakim terlapor, ketua MK Anwar Usman.

Baca juga :   Singgung Cara Anies Sepihak Pilih Cak Imin, Fraksi PKS: Kedepan Jangan Diulang Kembali

Selanjutnya, ungkap Prof. Denny, pada Selasa yang akan datang, ia juga akan diundang untuk menyampaikan permohonan sekaligus bukti. Ini perkembangan yang sangat penting dan perlu sama-sama dikawal biar keadilan dan kebenaran menemukan jalannya.

Putusan MKMK dalam pendapat Prof. Denny, bukan hanya bisa menjatuhkan sanksi administratif etis kepada hakim Anwar Usman. Tetapi lebih jauh, bisa menjadi dasar untuk menyatakan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat umur capres dan cawapres, yang menyebabkan Gibran Rakabuming Raka bisa maju sebagai cawapres juga tidak sah.

‘’Saya sudah sampaikan di berbagai kesempatan, ada Pasal 17 ayat 6 UU Kekuasaan Kehakiman yang mengatur jika ada hakim konstitusi tidak mundur padahal terjadi benturan kepentingan, dalam penanganan perkara, menyebabkan putusannya menjadi tidak sah,’’ kata Prof Denny.

Jika MKMK menyatakan ada pelanggaran etika hakim Anwar Usman dan konsekuensinya putusan MK Nomor 90 menjadi tidak sah, berdasarkan UU Kehakiman tadi, maka konsekuensi lanjutannya pencalonan Gibran yang didasarkan pada putusan MK Nomor 90 juga menjadi tidak menjadi memenuhi syarat.

Baca juga :   Gantikan Fadel di Kursi MPR, Tamsil Linrung Singkirkan Tiga Calon dari Internal DPD

Sebab, kata Denny, putusan majelis hakim MK bukan hanya akan terkait adanya pelanggaran etika oleh hakim Anwar Usman atau tidak, tetapi juga bisa terkait dengan putusan menjadi tidak sah, dan tidak memenuhi syaratnya Gibran Rakabumin Raka, maka putusan MKMK sebaiknya dilakukan sebelum 8 November 2023.

‘’Karena apa, jadwal pencalonan capres dan cawapres yang ditetapkan KPU untuk pasangan pangganti dimulai 26 Oktober dan berakhir pada 8 November. Karena itu, menjadi penting untuk putusan MKMK dilakukan sebelum 8 November,’’ tegas Guru Besar Fakultas Hukum UGM Yogyakarta itu.

Prof. Denny mengaku memiliki keyakinan, bahwa dengan kepemimpinan Prof. Jimly Asshiddiqie dengan didampingi Prof. Bintan S. Saragih dan Prof Wahiduddin Adams, proses yang akseleratif tersebut bisa dilakukan karena penting untuk mernyelamatkan bukan hanya MK, tetapi juga menyelamatkan pilpres 2024 dan menyelamatkan negara hukum Indonesia.

Baca juga :   Dihadapan Pendukungnya, Anies Baswedan: Segala Bentuk Ketidakadilan Harus Dihentikan

Lebih jauh bagaimana diskusi Prof Denny di MKMK dengan Prof Jimly tentang pentingnya memutus sebelum tangga 8 November terkait pengaduan terkait putusan MK tersebut.

Sementara itu, Ketua MKMK Prof. Jimly Asshiddiqie memastikan akan membawa usulan Denny itu dalam rapat MKMK. Menurut Jimly, masukan Denny apa boleh buat, harus diterima.

‘’Nanti akan kami rapatkan. Bagaimana nanti laporan Pak Denny, apakah didahulukan atau di belakangkan. Karena sifat laporannya agak sedikit berbeda dengan yang lain. Karena ada juga laporan mengenai keabsahan putusan dan dengan kemungkinan putusan dibatalin,’’ pungkas Prof Jimly. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *