INDOSatu.co – JAKARTA – Presidential Threshold (PT) 20 persen terus menuai sorotan publik. Sorotan tajam PT kali ini datang dari Kritikus dan Pemerhati Politik Kebangsaan, Faizal Assegaf. Dia menilai, bahwa bagi mereka yang masih waras di republik ini, sangat memahami bahwa keadilan dan kejujuran menjadi rujukan mutlak dalam bernegara.
Menurut Faizal, kedua prinsip itu menjadi landasan untuk memastikan segala praktik penyelenggara negara tidak semena-mena memaksakan kehendak kepada hak kehidupan manusia.
“Tetapi faktanya, yang terjadi terlalu banyak kebohongan demi kebohongan dipamerkan oleh kekuasaan yang manipulatif, koruktif dan hipokrit,” kata Faizal.
Pintu masuk praktik kekuasaan yang menyimpang tersebut akibat sistem pemilu yang didesain secara curang dan tidak berkeadilan. Dimana sistem seleksi calon presiden, wakil presiden dan para kepala daerah dibatasi oleh kesepakatan ambang batas oleh UU secara culas.
“Dengan cara seperti itu, partai politik dan rakyat dijebak dengan berbagai modus politik transaksional dan intervensi kekuasaan,” beber Faizal.
Faizal menilai, Presidential Threshold 20 persen bagi syarat Capres dan Cawapres tak lebih merupakan aturan ‘kebinatangan’ dalam berdemokrasi.
“Aturan ambang batas 20 persen tersebut sangat jelas adalah pemufakatan jahat untuk memberangus hak kedaulatan politik rakyat melalui Pilpres,” kata Faizal.
Bukan hanya rakyat, tapi sebagian besar partai politik juga kehilangan hak berdemokrasi secara adil untuk mengusung putra-putri terbaik bangsa sebagai calon pemimpin nasional.
“Padahal, Presidential Threshold 20 persen untuk Capres-Cawapres yang sangat tidak adil itu telah berkali-kali digugat oleh elemen rakyat. Tapi oleh MK dipertahankan,” jelas Faizal.
Mahkamah Konstitusi yang mestinya bersikap adil, kata Faizal, justru berperan sebagai penjaga kepentingan oligarki dan kekuasaan yang rakus dan buas.
Karena itu, kata Faizal, harus ada keberanian menggalang solidaritas seluruh elemen rakyat melakukan perlawanan. Menghentikan aturan yang sangat berwatak kebinatangan.
Presidential Threshold 20 persen sudah sangat jelas dan terang telah dibuat dan dipertahankan oleh mereka yang tidak jujur dan adil dalam bernegara.
“Itu adalah praktik nyata politik kebinatangan dalam berdemokrasi. Dimana, semakin kuat aturan itu dipertahankan, maka tidak akan ada perubahan,” kata Faizal.
Rakyat, ungkap Faizal, harus dibangkitkan untuk menghentikan aturan kebinatangan itu. Agar demokrasi melalui Pilpres tidak dibajak secara semena-mena oleh penguasa dan komplotan oligarki.
Jika tidak ada tindakan tegas dari rakyat, maka sama saja dengan membiarkan republik ini dikelola secara tidak jujur dan tidak beradab. Dimana demokrasi hanyalah kamuflase untuk menipu dan menindas hidup rakyat.
“Hapus aturan kebinatangan Presidential Threshold 20 persen. Bersatulah seluruh rakyat yang masih punya sikap kemanusiaan dan kejujuran. Turun ke jalan lakukan perlawanan pada MK,” pungkas Faizal. (adi/red)