INDOSatu.co – JAKARTA – Komunitas Jokowi – Prabowo 2024 mengadakan acara sykuran terbentuknya komunitas itu, pada Sabtu, 19 Juni 2021, di Sekretariat Nasional mereka di kawasan Tegal Parang, Mampang, Jakarta Selatan.
“Ini memang bukan acara deklarasi teman-teman, makanya gak ada umbul-umbul, bendera. Ini cuma buat halal bihalal tadinya,” ujar Penasehat Komunitas Jokowi-Prabowo 2024, M. Qodari, dalam sambutannya, Sabtu, 19 Juni 2021.
Qodari menolak menyebut dirinya sebagai penggagaas komunitas ini. Meski begitu, ia menegaskan bahwa komunitas ini dibentuk untuk mendukung Jokowi dan Prabowo maju bersama sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024 mendatang.
Alasannya, ia beralasan kekhawatiran adanya polarisasi yang semakin mengeras menuju 2024. Penggabungan Jokowi dan Prabowo, ia nilai bisa mengatasi ini. Apalagi, ia melihat kondisi politik stabil karena banyak Partai politik besar telah bergabung.
“Kalau ini gabung saya percaya akan 1 calon saja. Lawan kotak kosong. Kalau lawan kotak kosong Inshaallah polarisasi akan turun. Akan aman damai dan lancar,” kata Qodari.
Nampak acara itu diikuti oleh sejumlah relawan Jokowi yang sebelumnya telah mendukung Jokowi. Seperti Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) hingga Cabe Rawit. Mereka optimistis dapat menggalang dukungan untuk memajukan Jokowi dan Prabowo bersama.
“Baru akan deklrasi kalau nanti sudah berdiri 34 provinsi,” kata Ketua Umun Komunitas Jokowi-Prabowo 2024, Baron Danardono.
Adapun Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mempertanyakan keberadaan relawan yang mengatasnamakan Komunitas Joko Widodo atau Jokowi dan Prabowo Subianto, untuk maju di Pilpres 2024 mendatang. Ia melihat gerakan ini tak sejalan dengan visi Jokowi sendiri yang sempat menolak maju kembali.
“Ini fenomena sakaratul maut demokrasi. Entah apa motifnya dan untuk kepentingan siapa, yang jelas gerakan ini bertentangan dengan Jokowi yan jelas menolak maju tiga kali karena bertentangan Undang-Undang,” kata Adi saat dihubungi, Sabtu, 19 Juni 2021.
Ia mengatakan gerakan ini terkesan mencari celah di tengah kecenderungan partai politik yang mudah dijinakkan atas nama soliditas. Hal ini, kata Adi, terlihat dari nyaris tak adanya partai yang lantang menyatakan penolakan jabatan presiden 3 periode.