Penyeragaman Harga Minyak Goreng Justru Rugikan Pedagang Pasar Tradisional

  • Bagikan
NGAKU TEKOR: Sutri, salah seorang pedagang kelontong di Pasar Sidoarjo, Kabupaten Lamongan menilai, penyeragaman harga minyak goreng oleh pemerintah dianggap merugikan pedagang pasar tradisional.

INDOSatu.co – LAMONGAN – Kebijakan pemerintah menyeragamkan harga minyak goreng per liter Rp 14.000 bakal bertepuk sebelah tangan. Sebab, di pasar tradisional, harga yang dipatok pemerintah tersebut malah dianggap merugikan pemilik toko kelontong.

“Kalau diberlakukan untuk produsen dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mungkin tidak masalah. Tapi kalau kebijakan itu juga berlaku untuk pedagang kelontong di pasar tradisional, ya malah merugikan,” kata Sutri, pemilik salah satu pedagang kelontong di Pasar Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, kepada wartawan, Minggu (23/1).

Kebijakan pemerintah atas pemberian subsidi harga keekonomian dari produsen dan harga di pasaran tersebut diberlakukan sejak Rabu (19/1) lalu. Sebab, dalam patokan harga itu lebih pas berlaku di toko ritail modern, sedangkan di pasar tradisional, untuk kulakannya saja masih jauh di atas harga patokan pemerintah.

Sutri menilai, bahwa penyeragaman harga minyak goreng yang bersubsidi dari pemerintah ini hanya menguntungkan kalangan pengusaha supermarket saja. Tapi tidak untuk para pedagang pasar tradisional. Mereka mengeluh lantaran minyak goreng yang mereka jual, praktis tidak laku. “Masak saya kulakan Rp 19.600 per liter ditawar Rp 14.000 per liter,” kata Sutri.

Baca juga :   Bupati Tinjau Vaksinasi Masal di Ponpes dan Rumah Ibadah

Menurut Sutri, sebelum ada program penyeragaman harga dari pemerintah, ia mengaku telah membeli puluhan liter minyak goreng. Namun, setelah ada penyeragaman harga, minyak goreng yang terlanjur dibeli tersebut mangkrak tidak terjual. Sebab, konsumen yang membeli minyak goreng di toko ritail modern, harganya lebih murah.

Meski pemerintah mengatakan bahwa kebijakan tersebut akan juga diterapkan di pasar tradisional secara bertahap, namun, beban yang ditanggung pedagang di pasar tradisional sudah dirasakan sejak hari pertama penerapan.

Bahkan, ketika para konsumen ke pasar tradisional, mereka langsung menawar harga Rp 14 ribu per liter, seperti yang dijual di toko ritail. Bagi Sutri, kebijakan pemerintah ini seolah menganaktirikan pedagang di pasar tradisional.

“Kalau begini caranya, ya kita hanya jadi penonton. Padahal, pasar itu tempatnya pembeli golongan ekonomi menengah ke bawah. Kebijakan pemerintah ini seperti menganaktirikan pasar tradisional,” ungkapnya.

Baca juga :   Dendam Perguruan, Bacok Korban, Tiga Pesilat Dibekuk Polisi

Hal senada juga diungkapkan Wiwik, pedagang minyak goreng lainnya. Menurutnya, minyak goreng miliknya terpaksa dibiarkan begitu saja, lantaran harga yang ditawar konsumen jauh di bawah harga kulakan.

“Masak saya harus rugi. Kulakannya saja Rp 19.600 per liter, kemudian dijual Rp 14.000. Pemerintah ngawur. Tidak peduli wong cilik,” tandasnya.

Ditambahkan Wiwik, kebijakan penyeragaman harga minyak goreng Rp 14 ribu itu membuat masyarakat beralih berbelanja kebutuhan sehari-hari ke toko ritel modern, dan tidak berbelanja di pasar tradisional.

“Pemerintah itu gimana? Memberi subsidi kok yang di supermarket saja. Seharusnya enggak begitu programnya. Kalau seperti ini malah menyengsarakan pedagang di pasar,” ungkap Wiwik.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemkab Lamongan, Muhammad Zamroni saat dikonfirmasi oleh wartawan mengungkapkan, bahwa ketersediaan minyak goreng di Lamongan masih mencukupi.

Harga yang ada di toko ritail ini, kata Zamroni, sama dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yakni Rp 14 ribu per liter. “Sesuai keputusan pemerintah, harga di toko-toko ritail di Lamongan juga sama, yaitu Rp 14 ribu per liter,” katanya.

Baca juga :   Serahkan SK Perpanjangan, Bupati Yuhronur Ingin BPD Bisa Berperan Sentral

Lebih lanjut Zamroni menuturkan, bahwa subsidi langsung diberikan ke produsen, dan pendistribusiannya bekerja sama dengan pengusaha ritail yang tergabung dalam Aprindo yang memiliki jaringan toko-toko ritail.

“Yang di toko ritail ini, kalau ada yang kosong langsung diisi oleh toko-toko ritail yang bersangkutan,” jelasnya.

Zamroni juga menuturkan, untuk pasar-pasar tradisional memang masih ada minyak goreng yang dijual dengan harga di atas Rp 14 ribu karena dimungkinkan mereka membeli dengan harga di atas Rp 14 ribu.

Sementara untuk saat ini, ungkap Zamroni, subsidi memang baru diberikan kepada produsen, dan kemungkinan selama sepekan subsidi untuk pasar-pasar tradisional baru akan digulirkan.

Zamroni berharap, subsidi untuk pasar tradisional segera digulirkan, agar para pedagang tidak merugi. Sebab, sebelumnya mereka sudah membeli dengan harga mahal juga. Selain itu, masyarakat juga tidak berebut membeli minyak goreng di toko-toko ritail modern. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *