Pelanggaran di Laut Natuna, TNI AL: Tak Ada Toleransi

  • Bagikan
SIAGA JAGA WILAYAH: Delapan kapal KRI disiagakan untuk menjaga Laut Natuna yang belakangan ini banyak kapal China dan Amerika Serikat berkeliaran di lautan tersebut.

INDOSatu.co – JAKARTA – Angkatan Laut Indonesia terus meningkatkan patroli di sekitar pulau Natuna di Laut Cina Selatan (LCS), Kamis (16/9). Hal ini dilakukan setelah kapal-kapal Cina dan Amerika Serikat (AS) terdeteksi di perairan internasional terdekat LCS.

Lima kapal angkatan laut, dibantu oleh patroli udara telah dikerahkan di Laut Natuna Utara tujuannya untuk mengamankan kawasan perairan tersebut. “Posisi TNI AL di Laut Natuna Utara sangat tegas dalam melindungi kepentingan nasional di wilayah hukum Indonesia sesuai dengan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi, sehingga tidak ada toleransi terhadap setiap pelanggaran di Laut Natuna Utara,” ujar Panglima Koarmada I Laksamana Muda Arsyad Abdullah seperti dilansir laman Aljazirah, Jumat (17/9).

Baca juga :   Tinggalkan Sivovac, China Malah Beralih ke Pfizer dan Moderna

Arsyad mengatakan, kapal angkatan laut AS dan China telah terdeteksi di dekatnya beberapa hari ini. Namun, ia menuturkan bahwa kapal tersebut tidak menyebabkan gangguan apapun. Hingga kini kapal-kapal itu masih berada di perairan internasional.

Seperti diketahui, pada 2017, Indonesia mengganti nama bagian utara zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara sebagai bagian dari upaya melawan ambisi teritorial maritim China. Kebuntuan selama beberapa pekan di Natuna terjadi awal Januari tahun lalu ketika sebuah kapal penjaga pantai China dan kapal penangkap ikan yang menyertainya memasuki Laut Natuna Utara.

Baca juga :   Dampak UU Captaker Batal Bersyarat, Gatot: Aktivis KAMI Harus Bebas

Insiden itu pun mendorong Indonesia mengirim jet tempur dan memobilisasi nelayannya. “Tidak ada tawar menawar dalam hal kedaulatan kita, wilayah negara kita,” kata Presiden Indonesia Joko Widodo usai kejadian tersebut.

China mengeklaim sebagian Laut Natuna Utara sebagai bagian dari wilayah tangkap tradisional mereka. Klaim itu dinyatakan China dengan mengumumkan zona sembilan garis putus-putus (nine-dash line) yang mencakup sebagian besar Laut China Selatan yang kaya energi.

Baca juga :   Lithuania Minta Rakyat Jangan Beli dan Buang Ponsel China

Klaim China yang dituangkan dalam peta sembilan garis putus-putus telah digugurkan oleh Pengadilan Arbitrase di Belanda, 12 Juli 2016, sebab tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. Namun, China mengabaikannya dan terus melanjutkan pembangunan di seluruh wilayah itu. (ad/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *