INDOSatu.co – JAKARTA – Sidang pembacaan Putusan MK atas Uji Formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang dimohonkan oleh 15 Serikat Buruh sempat ricuh saat pembacaan Putusan tersebut, Senin (2/10).
Tampak Pimpinan Serikat Buruh, baik selaku Pemohon maupun yang tergabung dalam AASB (Aliansi Aksi Sejuta Buruh) langsung memimpin aksi, di antaranya Moch. Jumhur Hidayat dari KSPSI, Rudi HB Daman dari GSBI, Djoko Heryono dari SPN, Daeng Wahidin dari PPMI, Sunarti dari SBSI ’92, Sabda Pranawa dari ASPEK Indonesia, Andi Baso Rukman dari KSPN dan Syaefuddin dari FBK.
Kericuhan terjadi saat Majelis Hakim menyatakan dalil para Pemohon tidak bisa diterima dan langsung dilampiaskan dengan melempari baliho raksasa bergambar 9 Hakim Konstitusi, membakar berbagai spanduk dan kayu-kayu dan teriakan-teriakan “Jokowi Mundur”.
Tak lama kemudian, para serikat buruh Pemohon yang juga tergabung dalam AASB tersebut mencoba merangsek mendekati Gedung MK, namun dihadang oleh massa Partai Buruh yang nampak tidak menunjukkan kemarahan atas Putusan MK tersebut. Karena dihadang itulah, maka terjadi bentrokan, saling dorong dan lempar botol air mineral dan juga potongan bambu antara massa AASB yang makin marah karena tidak diberi jalan oleh massa Partai Buruh untuk mendekati Gedung MK.
Bentrokan itu akhirnya berhasil diredam oleh pimpinan aksi dari kedua kubu dari masing-masing mobil komandonya.
Sebelumnya, dari atas mobil kamando, Ketua Umum DPP KSPSI Jumhur Hidayat yang juga Koordinator AASB menyampaikan kekecewaan terhadap para hakim MK yang disebutnya telah menjilat ludahnya sendiri.
“Ada klausul tafsir MK pada tahun 2020 yang menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan sidang berikutnya adalah sidang DPR pertama setelah reses untuk memutuskan suatu Perppu disetujui atau ditolak. Sementara itu, DPR memutuskan persetujuan Perppu Cipta Kerja pada masa sidang DPR yang berikutnya lagi dan ini berarti kegentingan yang memaksa sebagai syarat absolut lahirnya Perppu itu adalah bohong belaka. Harusnya MK menyatakan Cacat Formil, tapi nyatanya malah mengesahkan. Ini artinya, MK telah menjilat-jilat ludahnya sendiri dengan melanggar taksir MK sendiri dan membenarkan pelanggaran konstitusi UUD 1945,” tegas Jumhur.
Karena itu, Jumhur menyatakan bahwa MK telah tunduk pada Pemerintah maupun DPR yang nyata-nyata telah menjadi Satpam bagi Oligarki.
Mengakhiri pidatonya, Jumhur meminta agar peserta aksi tidak merusak atau membakar berbagai fasilitas publik. Dia berharap aksi yang dilakukan harus berlangsung damai.
“Silahkan lampiaskan kemarahan dengan melempari atau membakar baliho bergambar 9 Hakim Konstitusi dan nanti kita akan turun lagi dengan jumlah massa yang sangat besar dengan satu tuntutan, Jokowi Mundur atau Cabut UU Cipta Kerja,” pungkas Jumhur. (adi/red)