Pakar Hukum UM Surabaya Nilai, AP Hasanuddin Bisa Mengarah Pada Ujaran Kebencian

  • Bagikan
TIDAK PATUT: Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) menilai, pernyataan AP Hasanuddin, peneliti BRIN bisa mengarah pada ujaran kebencian.

INDOSatu.co – SURABAYA – Polemik komentar terkait pernyataan Andi Pangerang (AP) Hasanuddin yang viral terkait perbedaan Idul Fitri dengan menebar ancaman ingin membunuh semua warga Muhammadiyah mendapat perhatian dari kalangan akademisi. Pakar hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Satria Unggul Wicaksana, salah satu akademisi yang memberi pandangan terkait masalah tersebut.

Pernyataan AP Hasanuddin muncul merespon statemen Thomas Djamaluddin, eks kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang menilai, Muhammadiyah sudah tidak taat kepada pemerintah terkait penentuan Lebaran 2023. Statemen Thomas dan AP Hasanuddin itu mengundang reaksi publik, karena tidak sepantasnya pernyataan intoleran itu muncul dari seorang peneliti yang idealnya menghargai keragaman dan perbedaan.

Baca juga :   Dari Sidang UU Cipta Kerja, Jumhur Hidayat: MK Harus Hentikan Petualangan Presiden

Menurut Satria, dalam kasus tersebut, ada beberapa poin yang perlu menjadi perhatian serius dan ada beberapa poin yang perlu disikapi, yaitu: Pertama, kata Satria, tindakan Thomas dan AP Hasanudin jelas bagian dari ancaman terhadap keberagaman agama dan keyakinan yang telah dijamin dalam Pancasila dan UUD 1945. Apalagi disertai dengan ancaman pembunuhan, hal itu jelas menimbulkan kegaduhan masyarakat yang memicu disintegrasi bangsa.

“Kedua, menghentikan berbagai bentuk narasi yang memuat isu premanisme dan sarat atas kekerasan demikian, karena hal tersebut kontraproduktif dengan ide persatuan dan kesatuan bangsa,” tegas Satria Selasa (25/4)

Baca juga :   Kombatan Jakarta Datangi PDI P agar Usung Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024

Ketiga, kebebasan berekspresi yang diatur dalam UUD 1945 dan Kovenan Sipil Politik (ICCPR) dimana Indonesia meratifikasi dalam UU Nomor 12 Tahun 2005, namun kebebasan tersebut dapat dibatasi (derogable rights) yang mana penyampaian Thomas dan AP Hasanudin jelas tidak masuk kebebasan berekspresi yang dilindungi dalam konstitusi dan prinsip hukum HAM.

Keempat, perbuatan Thomas dan AP Hasanudin merupakan kategori ujaran kebencian atas dasar pencemaran nama baik atas dasar suku, agama, ras, adat-istiadat (SARA) yang mengarah kepada perseorangan maupun kelompok masyarakat tertentu sesuai Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2016, penjelasan mengenai unsur tindak pidana tersebut juga dijelaskan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkominfo dengan Jaksa Agung dan Kepolisian.

Baca juga :   Bantah Memeras, Pengacara "Wanita Emas" Minta Pihak Lain Tidak Obral Opini Liar

“Sehingga ujaran kebencian yang dilakukan di twitter tersebut memenuhi unsur tersebut,”imbuh Satria lagi.

Kelima, sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), tindakan Thomas dan AP Hasanuddin tentu tidak pantas dilakukan, dan melanggar ketentuan dan prinsip kepatuhan ASN.

“Penjatuhan sanksi harus diproses sesuai ketentuan internal BRIN dan Komisi ASN untuk memberi sanksi disiplin, dimana hal itu masuk kategori pelanggaran berat,” pungkas Satria. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *