INDOSatu.co – JAKARTA – Rilis Forbes yang menobatkan Low Tuck Kwong menempati posisi 54 dari daftar 100 orang terkaya di dunia asal Indonesia tahun 2023 tak luput dari perhatian Kritikus dan Pengamat Politik Kebangsaan, Faizal Assegaf. Total kekayaan Kwong mencapai 25,5 miliar Dollar AS atau setara Rp 394,4 triliun.
Meski menjadi WNI, sejatinya Kwong adalah kelahiran Singapura. Dia pengusaha dan pemilik perusahaan batu bara bernama Bayan Resources. Hartanya menjadi bombastis dalam waktu singkat di era rezim Jokowi.
Begitu pula, Luhut Binsar Pandjaitan gonta-ganti jabatan dan bebas bertindak apapun yang dia mau. Bisnisnya meroket dan dengan cepat pengaruhnya jauh lebih besar dari partai palitik manapun di republik ini.
”Kedua tokoh itu adalah fakta dari segelintir orang berpengaruh di lingkaran kekuasaan negara yang mendulang berbagai faedah. Sementara, di luar sana, jutaan rakyat menatap janji palsu Pancasila: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Omong kosong!,” kata Faizal Assegaf kepada INDOSatu.co, Senin (3/7).
Mereka, kata Faizal, menjadi kaya dari sumber potensi alam dan menguasai sentra-sentra strategis negara. Bayangkan, negara yang harusnya dibuat untuk melayani hajat hidup rakyat banyak, berubah menjadi lapak empuk bagi segilintir oligarki.
Akan tetapi, kata Faizal, hari-hari yang ramai dipertentangkan adalah saling adu pengaruh antara ormas NU dan Muhammadiyah. Kedua ormas ini, jangankan menyejahterakan rakyat, soal putusan lebaran saja mereka saling bertengkar.
Tak salah bila kedua ormas yang getol mengklaim paling berjasa, paling terbesar dan sok berdiri sebagai penjaga NKRI, faktanya bakul sampah! Mereka hanya kumpulan orang-orang bodoh dan sangat bodoh.
Terbukti, kata Faizal, kedua ormas bahlul itu tidak melahirkan pengusaha hebat seperti Low Tuck Kwong. Atau mengkader pengikutnya menjadi lebih hebat dari Luhut Binsar Panjaitan yang punya kuasa besar di pusat kekuasaan negara.
Padahal, ungkap Faizal, republik ini ada karena bagian dari partsipasi besar kedua ormas tersebut. Akan tetapi, mengapa usia Indonesia yang lebih dari 70 tahun, justru mereka termarginal dan makin mundur?
“Sudah saatnya kalian yang bangga dengan ormas NU dan Muhammadiyah keluar dari tempurung organisasi. Membuka diri, saling bersinergi dan bangkit bersama rakyat menggalang perubahan,” kata Faizal.
Ormas NU dan Muhammadiyah punya hak dan kesempatan besar menjadi lokomotif perubahan untuk menghentikan ketidakadilan. Jangan hanya bangga dengan secuil kenikmatan dari sisa-sisa tulang pembangunan nasional.
”Buktikan bahwa di sarang kedua ormas itu, bukan kumpulan intelektual terbodoh di negeri ini. Tapi, di wadah yang bersejarah dan terbesar tersebut, kalian tampil jauh lebih berkuasa dari oligarki. Bukan sebaliknya menjadi penonton, apalagi budak rezim culas!,” pungkas Faizal. (adi/red)