INDOSatu.co – KUALA LUMPUR – Hak veto negara-negara besar kembali digugat. Kali ini, gugatan tersebut dilakukan Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob saat bertemu dengan Sekretaris PBB Antonio Guterres.
Permintaan Sabri Yaakob itu terkait dihapuskannya hak veto tersebut guna membahas penyelesaian konflik di sejumlah negara dan kembali meminta pimpinan organisasi dunia itu menghilangkan hak veto.
Hal veto merupakan hak hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi yang dimiliki negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Malaysia sangat kecewa atas isu Palestina dan Myanmar, khususnya Rohingya, yang sudah berlangsung lama dan sepertinya belum ada solusi,” kata Ismail Sabri Yaakob melalui akun Twitter resmi yang diakses dari Kuala Lumpur, Senin (26/9).
Menurut dia, kegagalan penyelesaian isu-isu konflik tersebut karena adanya hak veto yang dimiliki oleh negara-negara besar. Karena itu, Sabri Yaakob bersikeras hendaknya hak veto tersebut harus dihilangkan, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus tegas pada isu-isu luar biasa seperti masalah Palestina dan Myanmar.
“Saya menyampaikan harapan besar agar PBB dapat menjadi badan rujukan bagi semua negara di dunia yang menghadapi masalah dan pembawa damai di setiap konflik,” ujar dia.
Hak veto merupakan hak istimewa yang dimiliki anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang, atau resolusi organisasi dunia tersebut.
Terdapat lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan sekaligus memiliki hak veto, yaitu China, Perancis, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat (AS).
Permintaan agar Sekjen PBB menghilangkan hak veto sebelumnya juga ia sampaikan dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York.
Menurut dia, masalah besar yang terjadi adalah Dewan Keamanan yang mempraktikkan hak veto, dan sering disalahgunakan oleh kepentingan kekuatan dunia yang memilikinya. “Itu tidak demokratis dan melanggar prinsip-prinsip dasar demokrasi,” ujar dia. (*)