MK Kabulkan Gugatan Persyaratan Pilpres, Ambang Batas Dihapus

  • Bagikan
KADO AWAL TAHUN: Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan gugatan ambang batas pencalonan presiden di Gedung MK, pada Kamis (2/1).

INDOSatu.co – JAKARTA – Demokrasi telah menemukan jalannya. Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan gugatan Nomor 62/PUU-XXI/2024 soal persyaratan ambang batas calon peserta pilpres. Putusan dibacakan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1).

Dalam gugatan ambang batas pencalonan presiden, gugatan yang saat ini dikabulkan sebenarnya bukan kali pertama. Sudah banyak pihak menggugat ambang batas yang dinilai membuh demokrasi tersebut. Akan tetapi, baru kali ini gugatan tersebut dikabulkan.

Baca juga :   Sikapi Aroma Tak Sedap IUP Tambang dan HGU Baru Sawit, Komisi VII DPR RI segera Panggil Bahlil

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan gugatan ambang batas pencalonan tersebut.

Adapun norma yang diuji oleh para pemohon adalah Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Norma itu menyatakan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Baca juga :   Sekjen PKS Optimistis Pasangan Anies-Imin Raup Banyak Suara di Jawa dan Luar Jawa

Namun karena gugatan itu dikabulkan, MK menyatakan pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945.

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tutur dia.

Baca juga :   Tak Ingin Terikat Parpol, Yusril Ihza Mundur dari Ketum PBB, Fahri Bachmid jadi Pj.

“Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” sambungnya.

Diketahui, perkara nomor 62/PUU-XXI/2023, diajukan oleh Enika Maya Oktavia. Dalam petitumnya, pemohon menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melanggar batas open legal policy dan bertentangan dengan UUD 1945.

Pemohon juga menyatakan presidential threshold pada Pasal 222 bertentangan dengan moralitas  demokrasi. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *