Mangkir dari Panggilan KPK, Hasto Kembali Ajukan Praperadilan

  • Bagikan
DINILAI TIDAK JELAS: Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tidak menghadiri penggilan pemeriksaan KPK sebagai tersangka pasca praperadilan yang diajukan ditolak majelis hakim.

INDOSatu.co – JAKARTA – Setelah upaya hukum praperadilan yang dimohonkan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP), Hasto Kristiyanto kandas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan kembali. Hasto yang diagendakan menjalankan pemeriksaan di KPK memilih tidak menghadiri panggilan penyidik KPK di Gedung Merah Putih, Senin (17/2).

Pemeriksaan tersebut menyusul penetapan tersangka terhadap Hasto dalam kasus dugaan perintangan penyidikan alias obstruction of justice  dan suap dalam perkara Harun Masiku, calon anggota legislatif PDIP yang dinyatakan buron sejak tahun 2020 lalu tersebut.

Anggota tim penasihat hukum Hasto, Rony Talapessy menegaskan, ketidakhadiran kliennya lantaran bakal melakukan upaya hukum praperadilan kedua ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena itu, Ronny menyodorkan surat perihal permohonan permintaan penundaan agenda pemeriksaan terhadap Hasto.

Baca juga :   Langgar Disiplin Partai, PDI Perjuangan Akhirnya Resmi Pecat Budiman Sudjatmiko

“Penasehat Hukum telah datang ke KPK jam 08.30 WIB untuk memberikan surat perihal penundaan pemeriksaan Mas Hasto,” kata Ronny dalam pernyataannya, Senin (17/2).

Ronny menjelaskan, penundaan tersebut berkaitan dengan pengajuan kembali praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Pada Praperadilan sebelumnya, dinilai belum menegaskan status sah atau tidaknya status tersangka Hasto dan memberikan ruang untuk Hasto mengajukan kembali 2 praperadilan dalam 2 surat perintah penyidikan (Sprindik) yang berbeda.

“Karena itu, kami telah mengajukan 2 permohonan Praperadilan berdasarkan putusan hakim 13 Februari 2025,” jelas Ronny.

Berdasarkan kronologi, kasus suap yang dilakukan  Harun Masiku, Hasto ditengarai ada peran. Hasto ditengarai berperan membantu Harun Masiku mendapatkan jabatan di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hasto menaruh Harun di daerah pemilihan (Dapil) 1 Sumatera Selatan. Padahal Harun berasal dari Maluku, Sulawesi Selatan.

Baca juga :   Bantah Hasto, Syarief: Kerja Pak SBY Itu sesuai UU dan Terukur

Ia juga diketahui adalah orang yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 24 Juni 2019. Kemudian, Hasto beberapa kali secara kontinu meminta Riezky Aprilia caleg yang menang dalam Dapil 1 Sumatera Selatan, untuk mundur dan digantikan oleh Harun Masiku.

KPK  dalam kasus tersebut menjerat Hasto dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, kasus perintangan penyidikan Hasto dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Hakim, menyatakan bahwa, permohonan oleh pemohon kabur atau tidak jelas (Obscuur libel). Permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Hakim Tunggal dalam amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/2).

Baca juga :   Mendekati Pilpres 2024, Gus Syaikhul Pastikan Ponpes Bumi Shalawat dan Gus Ali Dukung AMIN

Dalam pertimbangan hukum, nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Tim Kuasa Hukum Hasto yang berkaitan dengan KPK tidak memiliki wewenang dan surat gugatan bersifat kabur atau tidak jelas (Obscuur libel) serta. Selain itu hakim tunggal berpendapat eksepsi pemohon tidak beralasan hukum. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *