INDOSatu.co – JAKARTA – Ketentuan syarat ambang batas pencalonan Presiden (presidential threshold) kembali digugat. Tak tanggung-tanggung, kali ini yang mengajukan gugatan adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) secara kelembagaan.
Gugatan ini merepresentasikan penolakan presidential threshold oleh mayoritas senator dari seluruh penjuru nusantara, yang mewakili konstituennya masing-masing. Bersama DPD, peserta Pemilu tahun 2019, yaitu Partai Bulan Bintang (PBB) juga berada dalam satu perahu perjuangan.
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengungkapkan, keputusan bulat rapat paripurna DPD yang memutuskan, bahwa DPD mengambil bagian dan peran perjuangan melalui pengajuan gugatan presidential threshold dilakukan untuk menyelamatkan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat agar tidak dibajak oleh oligarki, tidak dibajak oleh kekuatan uang atau duitokrasi.
“Jadi, demokrasi Indonesia harus diselamatkan, salah satunya dengan menguji presidential threshold ini agar makin banyak alternatif calon presiden. Semakin banyak alternatif pasangan calon, maka semakin selektif dan semakin sehat pula persaingan yang didapat, sehingga potensi Presiden dan Wakil Presiden terpilih disetir dan dikendalikan oleh oligarki semakin kecil,” tegas mantan ketua PSSI ini.
Sejalan dengan DPD RI, PBB berpandangan eksistensi syarat perolehan kursi 20 persen anggota DPR atau 25 persen suara sah pada pemilu anggota DPR sebelumnya telah menghilangkan hak konstitusional partai politik untuk mengusung pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Padahal, hak tersebut diberikan secara jelas dan tegas kepada seluruh partai politik peserta pemilu, termasuk PBB, tanpa embel-embel perolehan suara.
Sekretaris Jenderal PBB, Afriansyah Noor, mengaku optimistis dengan gugatan yang diajukan oleh PBB di tengah banyaknya gugatan terkait presidential threshold yang dikandaskan oleh Mahkamah Konstitusi itu.
“Puluhan putusan yang belum dikabulkan MK pada umumnya kedudukan hukumnya (legal standing) dianggap tidak memenuhi syarat sebagai pemohon. Menurut MK, yang punya kepentingan hukum adalah partai politik peserta pemilu. Kini, PBB hadir untuk menyambut panggilan konstitusional tersebut dan mengajukan gugatan demi memperjuangkan daulat rakyat,” jelas Sekjen partai pimpinan Yusril Ihza Mahendra ini.
Kuasa hukum para pemohon, Denny Indrayana mengatakan, pengajuan uji konstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur presidential threshold ini kembali menandai ikhtiar untuk selalu serius memperjuangkan daulat rakyat atau demokrasi yang telah secara brutal dibajak oleh kekuatan modal, kekuatan duit atau duitokrasi.
“Jadi, ikhtiar yang terus dan berulang dilakukan ini menunjukkan bahwa demokrasi atau daulat rakyat tidak boleh lagi dikalahkan oleh duitokrasi. Pemilihan langsung oleh rakyat harus diselamatkan agar tidak terus ditelikung oleh kekuatan-kekuatan oligarki yang koruptif, manipulatif, dan destruktif. Demokrasi kita tidak boleh dikangkangi hanya oleh kekuatan modal. Ini adalah presiden pilihan rakyat, bukan presiden pilihan uang”, tegas Wakil Menteri Hukum dan HAM 2011-2014 ini. (adi/red)