Korban Diteror, Polda Jateng Gerebek Kantor Ilegal Pinjol

  • Bagikan
MERESAHKAN MASYARAKAT: Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Lutfi bersama pejabat instansi lain saat menunjukkan barang bukti pinjol di Mapolda Jateng.

INDOSatu.co – SEMARANG – Ditreskrimsus Polda Jateng menggerebek Kantor Pinjaman Online (Pinjol) PT AKS di Jalan Kyai Mojo Tegalrejo, Kota Jogyakarta, Selasa (19/10). Dari penggrebekan tersebut, petugas mengamankan seorang pegawai yang menjadi debt collector berinisial AKA alias A. AKA bertugas menyebarkan konten bermuatan asusila dan ancaman yang disertai kekerasan.

Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Johanson Simamora mengaku, bahwa pengungkapan kasus tersebut berawal dari laporan korban bernama Erna. Korban awalnya mendapat SMS yang berisi link aplikasi pinjol bernama Simple Loan dari nomor 083841568772.

“Aplikasi itu kemudian di klik oleh korban yang selanjutnya korban mengisi identitas diri, nomor rekening, dan mengirim foto KTP serta foto selfie, dimana kemudian memunculkan pesan eror,” kata Johanson dalam Press Conference yang dihadiri Kapolda Jateng, Kabid Humas Polda, kepala OJK Regional 3 Jateng dan DI Jogjakarta, serta perwakilan dari Bank BRI.

Baca juga :   Pelaku Curas di Star Pet Shop Colomadu, Dibekuk Polda Jateng

Dari penggrebekan tersebut, petugas mengamankan tiga orang, yakni debt collector, HRD, dan direktur.

Tetapi dari ketiganya itu, petugas hanya menetapkan satu tersangka, yakni AKA (debt collector). Perempuan itu yang diduga memeras, menebar teror, ancaman, dan sebagainya.

“Satu ruko yang dijadikan sebagai kantor juga di police line yang di dalamnya terdapat 300 unit komputer. Sebanyak 150 unit yang masih aktif digunakan dan 10 unit dijadikan sebagai barang bukti,” kata Johanson Simamora.

Ditambahkan Johanson, di Jawa Tengah terdapat 34 Pinjol yang illegal, yang dilaporkan di Ditreskrimsus Polda Jateng. Johanson mengaku bahwa terkait Pinjol tersebut, pihaknya akan berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya, dan Bareskrim Polri jika kasus yang ditangani tersebut ada kaitan dengan Pinjol di daerah lain.

Kasus ini bermula pada 11 September, saat Erna mendapatkan pesan Whatsapp dari nomor 0812600153303, yang berisi bahwa Erna, korban, disuruh membayar pinjaman online sebesar Rp 2,2 juta dan Rp 1.3 juta yang sudah ditransfer oleh pihak vendor aplikasi pinjaman online pada 1 September 2021, yang selanjutnya korban mengecek tabungan dan tidak ada transaksi uang masuk.

Baca juga :   Soedarsono, Bupati ke-27 Kudus, Menjabat Dua Periode, Kini Berobat ke RS Pakai BPJS

“Selanjutnya korban ditagih melalui Whatsapp oleh empat nomor Whatsapp yang tidak dikenal, yang pada intinya bahwa pinjaman sudah jatuh tempo. Jika tidak dibayar, maka tagihan akan disebarkan ke seluruh kontak korban,” tambahnya.

Ditambahkan Johanson, yang disebarkan oleh penagih atau debt collector, antara lain kalimat “jangan jadi maling”, kalimat ancaman disertai pemerasaan, foto korban yang disandingkan dengan foto editan yang mengandung muatan melanggar kesusilaan.

“Kemudian pada 12 Oktober korban melapor ke kantor Kepolisian, Ditreskrimsus Polda Jateng. Selanjutnya, Polda melakukan penyelidikan dan pendalaman dengan teknis dan taktis untuk mencari keberadaan pelaku yang telah mengirimakn kalimat ancaman disertai pemerasaan, foto korban yang disandingkan dengan foto editan yang mengandung muatan melanggar kesusilaan yang diduga berada di wilayah Jogjakarta,” tambahnya,

Baca juga :   Kuras Miliaran, Lima Spesialis Perkantoran Dibekuk Petugas

Kombes Johanson menegaskan, bahwa akibat dari kejadian tersebut, korban mengalami kerugian immaterial berupa perasaan malu dan tertekan karena diteror dengan konten ancaman dan foto yang melanggar kesusilaan.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka dikenakan pasal pelanggaran konten kesusilaan, yakni Pasal 45 dengan ancaman hukuman maksimal penjara 6 tahun dan denda Rp 1 miliar dan pengancaman disertai pemerasan dengan ancaman hukuman maksimal penjara 4 tahun dan denda Rp 750 juta.

Di hadapan petugas, AKA mengaku, selain memberi ancaman, juga membuat gambar porno yang disebarkan kepada group WA korban.

“Jadi, memang kami yang melakukan, baik yang meneror korban atau yang membuat gambar tidak senonoh serta disebarkan ke teman korban melalui WA,” akunya. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *