Kisah Mundakir, Anak Buruh Serabutan yang Kini jadi Rektor UM Surabaya

  • Bagikan
SUSAH MEMBAWA HIKMAH: Mundakir (berdiri) bersama dengan Tardji, orang tuanya usai pelantikan dirinya sebagai rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Senin (9/12).

INDOSatu.co – SURABAYA – Tidak ada yang mustahil, jika seseorang tekun dan serius berusaha dalam menggapai cita-cita. Itu yang dilakukan Mundakir, anak buruh serabutan asal Gendong Kulon, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, yang kini menjadi rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya).

Mundakir bukan berasal dari keluarga mampu, masih kecil, Tardji, bapaknya, merupakan buruh serabutan di sawah orang. Sementara ibunya, almarhum Mundari, adalah pedagang kecil di pasar dengan upah pas pasan. Mundakir anak ke 3 dari 5 bersaudara. Meski ayahnya hanya seorang buruh yang hanya lulus SD, ayahnya sangat sadar akan pentingnya pendidikan.

Kesuksesan Mundakir hari ini merupakan proses panjang yang ia petik sekarang. Berdasarkan kesaksian Tarmining, kakak perempuannya, Mundakir adalah sosok yang memiliki kecintaan terhadap pengetahuan. Dulu di tengah keterbatasan, Mundakir suka membaca buku apa saja yang ia temui.

“Dari kecil memang saya suka membaca. Dulu kecil sekolah harus jalan kaki 2 kilometer karena tidak punya sepeda. Usai pulang sekolah, ya bantu bapak-bapak di sawah,” kenang Mundakir.

Baca juga :   UM Surabaya Masuk Top 20 Peringkat PTS Terbaik Se-Indonesia Versi Webometrics 2023

Menurut Mundakir, saat ia kecil, keluarganya pernah transmigrasi ke Sumatera. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar ekonominya lebih baik. Namun hal tersebut hanya berlangsung 2 tahun lantaran keluarganya tidak betah, akhirnya keluarganya memutuskan kembali ke Jawa.

Saat Mundakir masuk MTs Negeri 1 Lamongan, bersamaan dengan adik-adiknya yang juga harus masuk sekolah, ayahnya kala itu mencari pinjaman uang kepada orang lain, namun pinjaman itu selalu dibayarnya dengan tepat waktu.

Usai lulus dari Madrasah Tsanawiyah, Mundakir melanjutkan di SMA Muhammadiyah 1 Babat. Saat menjadi siswa SMA, Mundakir sudah aktif di organisasi ikatan pelajar Muhammadiyah (IPM). Ia juga kerap kali menjadi perwakilan sekolahnya untuk mengikuti lomba cerdas cermat agama.

Karena acap kali menang, ia memiliki cita-cita menjadi guru agama. Meski tidak menjadi peringkat pertama, Mundakir selalu masuk 5 besar di sekolahnya, bahkan ia pernah menjadi peringkat pertama.

“Setelah lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Babat saya berhenti 2 tahun dan merantau ke Surabaya, saya bekerja di proyek rel kereta api. Pernah juga kerja di pabrik kayu, kemudian menjadi tukang potong rambut di salon,” kenang Mundakir.

Baca juga :   Usung Kepengurusan Jumbo, Demokrat Diyakini Bakal Kembali Jaya di Jatim

Sebagai seorang anak dengan ekonomi pas-pasan, Mundakir tidak pernah menyangka bahwa dirinya bisa menempuh studi hingga perguruan tinggi. Usai dua tahun bekerja di Surabaya, Mundakir kembali ke desa dan membantu ayahnya menjadi tengkulak semangka.

Dari berdagang semangka itulah, ekonominya mulai membaik, bahkan bisa membeli sapi. Untuk bisa masuk ke studi Keperawatan, Mundakir harus giat belajar karena ia tak ingin mengecewakan orang tuanya.

“Jadi, dulu belajarnya angon sapi sambil bawa buku di pekarangan,” katanya lagi.

Sapi yang besar itu akhirnya dibuat modal agar Mundakir bisa berkuliah. Pada tahun 1998 Mundakir mengambil Diploma III Keperawatan Universitas Muhamamdiyah Surabaya. saat menjadi mahasiswa Mundakir aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), bahkan ia menjadi Wakil Ketua.

Kemudian pada 2003, Mundakir mengambil studi sarjana di Universitas Airlangga (Unair) jurusan Keperawatan. Pada 2004, ia mengambil Profesi Ners Unair. Sembari bekerja di UM Surabaya sebagai dosen, kemudian pada tahun 2009 Mundakir melanjutkan studi magister di Universitas Indonesia dan pada tahun 2017 ia berhasil menyelesaiakn studi Doktor di Universitas Airlangga.

Baca juga :   Berkat Sapi PO, Bojonegoro Raih Penghargaan di Hari Jadi ke-78 Provinsi Jawa Timur

Mundakir menikah dengan dengan Nuzul Qur’aniati yang kini menjadi Dosen di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Mundakir dikaruniai 2 putra bernama Zafran dan Abyan . Menurut Nuzul, Mundakir adalah suami yang baik, laki-laki yang selalu memberikan kesempatan kepada perempuan untuk terus belajar.

Bahkan, keduanya LDR ketika istrinya mendapatkan beasiswa S-2 di Flinders University dan S-3 Flinders University South Australia.

Saat bekerja di UM Surabaya, Mundakir pernah menjabat dalam beberapa pengelolaan institusi diantaranya: menjadi Sekertaris Program Studi (Sekprodi) S1 Keperawatan, Kaprodi S1 Keperawatan, Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UM Surabaya, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan Wakil Rektor IV UM Surabaya.

Kapasitasnya tak perlu diragukan, Mundakir memiliki segudang prestasi. Secara internasioal, Mundakir tergabung dalam Council of Asian Science Editors (CASE) dan ISQua (International Society of the Quality in Health Care) hingga sekarang dan buku-buku kesehatan dan jurnal yang telah diterbitkan. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *