INDOSatu.co – JAKARTA – Ketua MPR RI Ahmad Muzani merespon positif usulan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) agar Mosi Integral Natsir pada 3 April diperingati sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Respon Muzani itu disampaikan saat menghadiri halal bihalal dengan keluarga besar DDII di Jakarta.
Mosi Integral Natsir adalah mosi yang diajukan oleh Mohammad Natsir, seorang tokoh politik Islam dan pemimpin Partai Masyumi, di hadapan parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 3 April 1950.
Tujuannya, mengusulkan agar negara-negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat kembali bersatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Wujud dari mosi mosi integral Natsir itu terbukti bertahan hingga sekarang.
Menyikapi usulan pengurus besar DDII tersebut, Muzani pun merespons positif hal tersebut.
“Hari Pancasila dan Hari Sumpah Pemuda, dua hal ini kita peringati. Yang terlupakan yang baru saja disampaikan kawan-kawan DDII. Mosi integral Natsir menjadi cikal bakal NKRI itu adalah bentuk penyatuan kita menyempurnakan sejarah bangsa kita dari 1928 (sumpah pemuda), 18 Agustus 1945 (penetapan Pancasila sebagai dasar negara), dan kembali ke NKRI (1950),” jelas Muzani.
Muzani menjelaskan, sejak Indonesia merdeka pada 1945 hingga Mosi Integral Natsir, bentuk negara Indonesia mengalami perubahan beberapa kali. Sampai pada 1949 sistem pemerintahan menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) Namun pada 17 Agustus 1950 RIS dibubarkan dan kembali ke NKRI.
“Kenapa kemudian pandangan ini bisa diterima dengan cepat (Pembubaran RIS dan kembali ke NKRI) oleh fraksi-fraksi yang berbeda pandangan politik dan berbeda ideologi ketika itu? karena mereka punya kesamaan pandangan dan kepentingan kenapa kita harus kembali pada NKRI,” jelas Muzani.
Menurut Muzani, jika pada saat itu Indonesia tidak kembali kepada NKRI dan tetap dengan sistem federal RIS, persatuan dan kesatuan mungkin tidak lagi terjadi hari ini.
“Sebagai orang yang memiliki visi ke depan tentang Indonesia, Pak Natsir melihat kalau bentuk negara federal itu diteruskan ada bahaya dan ancamannya bagi masa depan bangsa ini. Apa bahayanya? Yakni persatuan yang kita cita-citakan dalam berngera, dalam merah putih, dalam NKRI, bisa rusak dan terpecah belah,” ujar pria yang juga Sekjen Gerindra itu. (*)