INDOSatu.co – JAKARTA – Kejaksaan Agung bertindak cepat. Lembaga aparat hukum itu menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Dugaan Perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan dan Usaha Perum Perindo (Perusahaan Umum Perikanan Indonesia) Tahun 2016-2019.
Menurut Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dengan keluarnya sprindik Nomor: PRINT-25/F.2 /Fd.2 /08/2021 tanggal 02 Agustus 2021 untuk melakukan penyidikan dugaan perkara tindak pidana korupsi di Perum Perindo (Perusahaan Umum Perikanan Indonesia) yang ditandatangani Direktur Penyidikan Supardi.
Jampidsus telah memulai penyidikan dengan memeriksa dua saksi, yakni MT selaku Direktur Keuangan Perum Perindo dan IA selaku Anggota Komite Risk Management Perum Perindo yang diperiksa terkait pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia.
“Kejaksaan Agung mulai melakukan pemeriksaan terhadap dua orang saksi yang terkait dengan Dugaan Perkara Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan dan Usaha Perusahaan Umum Perikanan Indonesia Tahun 2016-2019,” kata Leonard dalam keterangannya diterima Rabu (24/8).
Leonard menjelaskan bahwa pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana tentang tindak pidana korupsi yang terjadi di Perum Perindo.
Sedangkan untuk duduk perkada kasus dugaan korupsi di Perum Perindo, bermula pada Tahun 2017 Perum Perindo menerbitkan MTN (Medium Tern Notes) atau utang jangka menengah untuk mendapatkan dana dengan cara menjual Prospek.
Adapun prospek yang dijual Perum Perindo dalam hal penangkapan ikan, selanjutnya Perum Perindo mendapatkan Dana MTN sebesar Rp 200 miliar yang cair pada Bulan Agustus 2017 sebesar Rp100 miliar dengan return 9% dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Agustus 2020.
Bulan Desember 2017 Rp100 miliar dengan return 9,5% dibayar per triwulan dalam jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Desember 2020. Dari situ maka MTN atau hutang jangka menengah diterbitkan di tahun 2017 sebesar Rp200 miliar untuk digunakan sebagian besar dananya buat modal kerja perdagangan.
“Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya pendapatan perusahaan yang di tahun 2016 sebesar kurang lebih dari Rp 233 miliar meningkat menjadi kurang lebih Rp 603 miliar dan mencapai kurang lebih Rp 1 triliun di tahun 2018. Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan,” terang Leonard.
Karena fokus dengan pencapaian yang dilakukan dengan melibatkan semua unit usaha untuk perdagangan. Sehingga menimbulkan permasalahan kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah, dimana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet. (*)