Kasus Pagar Laut di Tengerang, Nusron Serahkan Data Investigasi ke Presiden

  • Bagikan
SERAHKAN DATA: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid memberi keterangan pers usai dipanggil Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/2).

INDOSatu.co – JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid memastikan bahwa seluruh data terkait kasus Pagar Laut di perairan Tangerang telah diserahkan dan proses investigasi telah dilakukan.

Kepastian itu diungkapkan usai Nusron dipanggil Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (17/2). Dalam pertemuan itu, salah satu topik utama yang turut dibahas adalah kasus dugaan penyalahgunaan sertifikat tanah di Tangerang, termasuk yang di wilayah Bekasi.

Baca juga :   Didoakan Jadi Episentrum PTMA, UMY Gelontor Beasiswa Rp 8,2 Miliar

“Sudah kita serahkan semua data-datanya baik yang di Tangerang maupun Bekasi. Yang Bekasi pun proses investigasi terhadap aparat kita juga sudah selesai. Mungkin besok atau lusa saya umumkan ada beberapa orang yang akan diberhentikan juga yang di Bekasi,” ungkap Nusron.

Nusron mengungkapkan, bahwa di Tangerang, sebanyak 193 sertifikat yang terbit di atas laut telah dibatalkan secara sukarela oleh pemegang sertifikat. Sedangkan terkait modus operandi dalam kasus pemindahan peta bidang tanah ke laut, Nusron mengungkap bahwa tindakan tersebut dilakukan oleh oknum di tingkat bawah.

Baca juga :   Baru Pertama, KPK dan BKN Keberatan dengan Temuan Ombudsman

“Modusnya ada orang ada sertifikat jumlahnya 89 sertifikat, dimiliki 84 orang, jumlahnya 11,6 hektare. Nah ini Nomor Induk Bidang (NIB)-nya dipakai dipindah ke laut jumlahnya 79 hektare, dari 11,6 pindah ke laut yang luasnya 79,6 hektare. Yang semula pemiliknya ada 84 pemilik menjadi 11 pemilik yang salah satu diantara pemiliknya itu adalah oknum kepala desa sekitar,” jelasnya.

Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai tumpang tindih kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) yang sering terjadi akibat kesalahan administrasi pertanahan di masa lalu. Menurut Nusron, banyak sertifikat yang terbit pada periode 1960-1987 tidak memiliki peta bidang tanah yang jelas, sehingga menimbulkan permasalahan kepemilikan di kemudian hari.

Baca juga :   Cabut Aturan Berbayar, Menkes: Semua Vaksin Gratis

“Karena memang problemnya itu di tahun 1960-1987 ini banyak sekali ada sertifikat tidak ada peta bidang tanahnya, yang ada hanya gambar tanah tapi tidak jelas alamatnya di mana,” ujarnya. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *