INDOSatu.co – BOJONEGORO – Kasus bunuh diri siswi SMPN 1 tTrucuk dan bayi perempuan yang dibuang dalam kardus dekat jembatan Desa Kauman-Desa Kadungrejo, Kecamatan Baureno belum lama ini, mengundang prihatin Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Kabupaten Bojonegoro. APPA menilai, bahwa dua peristiwa itu menjadi bukti, Bojonegoro saat ini sedang darurat terkait isu perempuan dan anak.
Menyikapi dua kasus tersebut, Koordinator Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Bojonegoro, yang juga Presidium Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Timur, Nafidatul Himmah menilai, selain menimulkan rasa prihatin, peristiwa dua kasus itu menunjukkan bahwa Pemkab Bojonegoro masih belum maksimal dalam menangani isu permasalahan perempuan dan anak.
“Kerja pemerintah saya rasa memang belum maksimal ya. Padahal sebenarnya ada satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan jumlahnya juga cukup banyak,” tutur Himmah.
Bukti dan fokus kerja pemerintah Bojonegoro saat ini, kata Himmah, masih sebatas pada pembangunan yang sifatnya fisik, sementara mereka abai terhadap tingginya angka kematian ibu dan bayi, kekerasan seksual pada perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga, tingginya angka perkawinan dibawah umur hingga tingginya angka perceraian.
“Jadi, isu tentang perlindungan perempuan dan anak ini belum menjadi isu prioritas di Bojonegoro, baik Pemkab maupun DPRD. Terbukti, meski satgas jumlahnya ribuan, tapi kerjanya tidak terlihat sama sekali hanya kayak semacam formalitas saja.” ujar Himmah.
Menurut Himmah, hingga hari ini belum ada aksi nyata untuk mengatasi masalah tersebut. Yang cukup mencengangkan, APPA Bojonegoro sudah beberapa kali mengajukan usulan Raperda yang mengatur perlindungan terhadap perempuan dan anak. Namun hingga kini, juga belum disahkan. Karena itu, wajar jika ada anggapan bahwa Pemkab dan DPRD tidak serius dalam menyelesaikan persoalan isu perempuan dan anak.
“Pemerintah ini tidak benar-benar serius menangani ini. Makanya, tidak heran jika Bojonegoro sudah diatas ambang darurat kalau saya melihat persoalan perempuan dan anak,” ungkap Himmah.
Himmah mengungkapkan, lembaganya sudah mengajukan usulan Raperda sejak tahun 2017. Dan pada 2020, ia kembali mengajukan. “Usulan Raperda dari teman-teman APPA sudah masuk sejak lama, tapi ya sampai sekarang nggak ada kabarnya. Sementara, masalah di lapangan semakin hari semakin banyak terjadi,” ungkap Himmah.
Himmah kembali mengingatkan agar negara, dalam hal ini Pemkab da DPRD harus hadir dengan membuat payung hukum, meningkatkan anggaran dan mulai memaksimalkan peran satgas. Saatnya bergandengan tangan untuk segera turun ke lapangan tanpa memberikan omong kosong alias obral janji belaka. (*)