INDOSatu.co – JAKARTA – Dunia pers telah diusik. Tanpa tahu pengirimnya, Kantor Media Tempo mendapat kiriman kepala babi yang dibungkus kotak kardus. Ironisnya, kepala babi tersebut dilapisi stirofoam. Sebagai respon atas kejadian tersebut, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) melayangkan laporan ke polisi.
Koordinator KKJ Erick Tanjung mengatakan, pengiriman paket kepala babi itu merupakan bentuk teror. Telah terkonfirmasi oleh KKJ, bahwa paket tersebut ditujukan kepada Francisca Christy Rosana atau Cica, yang merupakan wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik.
“Jadi, kita menilai bahwa paket tersebut sebagai teror, sebagai simbol ancaman pembunuhan terhadap insan pers. Kita laporkan ke kepolisian, agar kasus ini diungkap,” kata Erick di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (21/3).
Dalam pelaporan ini, Erick membawa sejumlah barang bukti, termasuk rekaman CCTV. Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra dan perwakilan Tim Legal Tempo Alberto Eka turut hadir bersama KKJ.
Menurutnya, serangan tersebut bukan hanya ditujukan terhadap individu, tapi ancaman teror itu juga terhadap kerja-kerja jurnalistik Tempo. Yang artinya serangan terhadap pers serta kemerdekaan pers sebagai pilar keempat demokrasi.
Erick juga mengatakan serangan ini bukan yang pertama dialami wartawan Tempo. Sebelumnya, teror juga dialami oleh salah seorang wartawan Tempo, Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, pihaknya mengutuk keras segala bentuk teror terhadap kerja-kerja jurnalis. Tindakan tersebut merupakan bentuk nyata teror dan ancaman terhadap independensi serta kemerdekaan pers.
“Padahal kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers) dan dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 UU Pers),” kata Ninik saat jumpa pers di Kantor Dewan Pers Jakarta, Jumat (21/3)
Ninik mengarakan, apapun bentuk teror, jelas tidak dibenarkan. Sebab, tindakan teror terhadap pers merupakan bentuk kekerasan dan premanisme.
“Jurnalis/wartawan dan media massa bisa saja salah, namun melakukan teror terhadap jurnalis/wartawan merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Tindakan itu sekaligus melanggar hak asasi manusia,” tegas Ninik.
Karena itu, Ninik menyarankan, jika ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan oleh sebuah pemberitaan atau produk jurnalistik, maka harus ditempuh dengan menggunakan mekanisme UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Jika ada yang keberatan terhadap produk jurnalistik, ada ruang untuk bisa mengajukan hak jawab atau hak koreksi atas suatu pemberitaan,” pungkas Ninik. (*)