Jumhur: Rendahkan Gerakan Tani, Berarti Intelektual Sontoloyo, Tak Pernah Baca Berita

  • Bagikan
BELA NASIB PETANI: Ketua Umum DPP KSPSI, Moh Jumhur Hidayat merespon aksi minor sebagian kalangan terkait gerakan tani dalam aksi peringatan Hari Tani Nasional (HTN) pada 24 September 2024.

INDOSatu.co – JAKARTA – Ketua Umum DPP KSPSI, Moh. Jumhur Hidayat akhirnya angkat bicara terkait tudingan minor Muhammad Chaerul, peneliti dan pengamat dari Centre for Islamic and Ethnic Studies (CIE), terkait aksi buruh saat peringatan Hari Tani Nasional (HTN) pada Selasa, 24 September 2024 oleh KSPSI dan AASB (Aliansi Aksi Sejuta Buruh) dinilai telah bergeser ke ranah politik.

Apalagi dalam demo tersebut, Chaerul menengarai adanya sikap buruh yang menyuarakan aksi tangkap dan adili Jokowi, sehingga aksi HTN itu terkesan ditunggangi, dan dianggap semakin jauh dari esensi perjuangan kesejahteraan petani. Menurutnya, aksi tersebut telah bergeser ke ranah politik yang justru merugikan para petani.

Menyikapi tudingan tersebut, Jumhur mengatakan, posisi gerakan buruh Indonesia awalnya memang berkutat pada isu-isu di tempat kerja (pabrik), tetapi saat ini sudah bergeser. Bahkan, jauh lebih luas, yaitu membongkar akar masalah di hulu, yakni sistem perekonomian yang pro-kaum pemodal besar, baik pemodal asing maupun domestik yang berselingkuh dengan kekuasaan.

Baca juga :   Dukungan NasDem di Pilgub Jakarta, Bestari Barus: Pastikan Anies Top Priority

Terkait kondisi tersebut, kelompok gerakan masyarakat sipil berkomitmen mendobrak sistem perekonomian yang anti Pancasila tersebut bersama gerakan buruh Indonesia. ‘’Tentu yang masuk dalam kategori ini adalah kaum tani Indonesia, karena sama dengan kaum buruh, mereka merasakan langsung penderitaan akibat perselingkuhan antara oligarki dan penguasa,’’ kata Jumhur kepada INDOSatu,co, pada Ahad (22/9).

Pada peringatan Hari Tani Nasional (HTN) pada 24 September mendatang, kata Jumhur, baik langsung maupun tidak langsung, gerakan kaum tani Indonesia mengajak kaum buruh untuk ikut serta memperingati hari tani tersebut. Aksi 24 September sama halnya ketika peringat hari buruh 1 Mei, kaum buruh pun mengundang semua elemen masyarakat sipil untuk bergabung, termasuk dari gerakan tani Indonesia.

‘’Ini artinya, baik gerakan buruh maupun gerakan tani, dan bahkan gerakan masyarakat sipil lainnya, termasuk gerakan mahasiswa saling menguatkan dan saling mendukung satu sama lainnya,’’ kata Jumhur.

Baca juga :   Serikat Pekerja Parekraf dan RTMM Bali Desak UU Omnibus Law Dicabut

Bahkan, Jumhur mendapat informasi bahwa Organisasi Buruh Migran di Hongkong, juga berencana melakukan aksi menyambut Hari Tani Nasional pada hari ini, Ahad (22/9). Bagi kaum buruh Indonesia, kemakmuran kaum tani di pedesaan akan membawa kesejahteraan kaum buruh karena mendorong bangkitnya industri di perkotaan.

Kata Jumhur, jika ada pihak yang menyatakan bahwa gerakan tani harusnya memperjuangkan kebutuhan mendasar petani, seperti akses terhadap lahan, harga pangan dan kesejahteraan petani, mengesankan bahwa mereka benar-benar intelektual sontoloyo dan merendahkan gerakan tani dan sepertinya bukan saja tidak pernah baca buku atau literatur perjuangan tani Indonesia.

‘’Mungkin juga tidak pernah membaca berita. Karena sesungguhnya apa yang dinyatakan itu adalah berita dari jam ke jam terhadap kejadian yang menimpa kaum tani dan gerakan tani Indonesia telah berkorban besar untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan itu,’’ beber alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Baca juga :   MUI Pusat Minta Proyek Rempang Dihentikan Sementara, hingga Ada Kejelasan

Gerakan tani Indonesia, kata Jumhur, kecerdasannya jauh melampaui intelektual sontoloyo itu, karena mengetahui susahnya mengakses lahan, bahkan yang terjadi sebaliknya, yaitu perampasan tanah, rendahnya harga pangan akibat impor, sulitnya pupuk dan sebagainya adalah buah dari keputusan politik kekuasaan.

Sehingga, kata Jumhur, wajar dan amat sangat bisa dipahami bila gerakan tani Indonesia ikut ambil bagian dari tema besar ini. Apalagi, hampir semua elemen gerakan masyarakat sipil, termasuk kaum intelektual kampus dan mahasiswa juga menuntut Adili Jokowi.

‘’Karena Jokowi adalah Presiden yang memegang kekuasaan tertinggi pemerintahan yang menjadi hulu penyebab dari berbagai ketidakadilan yang menimpa kaum tani Indonesia,’’ kata mantan peneliti center for information development studies (CIDES) ini. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *