INDOSatu.co – JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan uji materi (judicial review) AD/ART Partai Demokrat yang diajukan advokat kawakan Yusril Ihza Mahendra. Tidak diterimanya gugatan tersebut sekaligus menuntaskan tugas Yusril sebagai kuasa hukum sejumlah mantan kader Partai Demokrat di kubu Moeldoko.
Yusril menyatakan tidak ada upaya hukum lanjutan yang dapat dilakukan setelah ada putusan tersebut. “Tugas saya sebagai lawyer sudah selesai” ujar Yusril Ihza Mahendra.
Meski demikian, Yusril Ihza Mahendra mengaku terlalu dini memutus judicial review AD/ART tersebut. Guru besar Fakultas Hukum UI itu tidak sependapat dengan putusan MA. Menurutnya, AD/ART tidak sepenuhnya hanya mengikat internal partai, tetapi juga ke luar.
“Syarat menjadi anggota itu mengikat setiap orang yang belum ingin menjadi anggota parpol tersebut. Parpol memang bukan lembaga negara, tetapi perannya sangat menentukan dalam negara seperti mencalonkan Presiden dan ikut pemilu,” ujar Yusril lewat keterangan tertulisnya, Rabu (10/11).
Ia berpatokan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Menurutnya, undang-undang dapat mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
“Ketika UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada AD/ART partai, maka apa status AD/ART tersebut? Kalau demikian pemahaman MA, berarti adalah suatu kesalahan,” ujar Yusril.
Pertimbangan hukum MA dalam memeriksa perkara tersebut dinilainya terlihat sangat elementer. Masih jauh untuk dikatakan masuk ke area filsafat hukum dan teori ilmu hukum. Kendati demikian, ia dapat memahami alasan MA yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
Tanpa memandang perlu untuk memeriksa seluruh argumen yang dikemukakan dalam permohonan. “Pertimbangan hukum MA terlalu sumir dalam memutus persoalan yang sebenarnya rumit berkaitan dengan penerapan asas-asas demokrasi dalam kehidupan partai,” ujar Yusril.
Walaupun secara akademik, kata Yusril, putusan MA tersebut dapat diperdebatkan, tetapi putusan itu sudah final dan mengikat. Ia mengatakan akan menghormati putusan itu, walau tidak sependapat. “Itulah putusannya dan apapun putusannya, putusan itu tetap harus kita hormati,” ujar mantan Menteri Hukum dan HAM itu. (adi/red)