INDOSatu.co – JAKARTA – Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menyebut, meski sudah menjadi mantan presiden, Joko Widodo (Jokowi) dinilai masih terus berusaha mengumpulkan pengaruh kekuatan politik di mata publik. Salah satu indikasinya, yakni dengan terus aktifnya dia mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak.
‘’Salah satu bukti bahwa Jokowi ingin terus eksis di dunia politik adalah ketika para perwira Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Serdik Sespimmen) Polri bertemu dengan Jokowi di rumahnya di Solo. Ini makin meyakinkan kita bahwa ada upaya membuat Jokowi terus menjadi pusat pembicaraan publik,’’ kata Ray Rangkuti kepada kepada wartawan, Rabu (23/4).
Upaya Jokowi agar tetap eksis di publik dan politik, lanjut Ray, juga tampak terkoneksi dengan peristiwa viralnya video dan tiktok Gibran yang mengajak kaum muda untuk terus optimistis dan meraih peluang di era AI ini. Dua peristiwa, sekalipun terpisah, tampaknya merupakan satu rangkaian. Yakni menempatkan Jokowi tetap dalam pusaran perhatian publik.
“Mengapa hal ini penting bagi Jokowi? Hal ini karena memang ada satu alasan yang sangat kuat yang ingin menempatkan daya tawar politiknya tetap stabil. Dengan begitu, daya jelajah pengaruh politik Jokowi tetap terjaga dan dengan sendirinya akan dapat pula menjaga posisi politik Gibran. Singkatnya, keberadaan Gibran sebagai Wapres harus tetap dalam posisi tawar politik yang kuat,’’ tegasnya.
Ray menegaskan, adanya pertemuan antara Jokowi dengan para perwira Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Serdik Sespimmen) Polri itu menegaskan adanya hubungan istimewa antara sang mantan presiden ketujuh ini dengan institusi kepolisian. Hubungan ini membuat kedekatan Jokowi dengan kepolisian RI seperti tak terpisahkan.
“Kunjungan para siswa Serdik Sespimmen Polri ini adalah salah satunya. Pertanyaannya, mengapa hanya pak Jokowi yang dikunjungi oleh peserta Sespimmen Polri itu? Bukankah mantan presiden bukan hanya Jokowi. Tetapi juga ibu Megawati dan SBY. Dan, hingga hari ini, belum terlihat ada kunjungan mereka kepada dua mantan presiden tersebut,’’ kata Ray Rangkuti.
Adanya usaha yang terus menerus dari Jokowi agar tetap eksis di publik, itu juga menjadi cermin tidak tegasnya Presiden Prabowo dalam hal meletakkan kepemimpinan dirinya dalam satu bingkai. Imbasnya, kekuasaan Prabowo kini seperti terbagi dan menyebar dalam blok-blok terpisah. “Selama Prabowo tidak membenahi hal ini, maka kekuasaannya akan terlihat lemah.”
“Pada sisi lain, manuver Jokowi itu juga menjadi bakti lemahnya kesadaran etik dalam kultur politiknya. Cara pandangnya terhadap demokrasi hanya sebatas seperangkat aturan membuat. Sehingga kemudian tak terlihat batas patut dan tak patut dalam langkah politiknya.
“Jika batasan etik itu jadi salah satu patokan, maka pertemuan-pertemuan seperti kemarin itu dapat diminimalkan, termasuk bertemu dengan beberapa menteri kabinet Prabowo yang menyebut Jokowi sebagai “bos”,’’ tandas Ray Rangkuti. (*)