INDOSatu.co – JAKARTA – Longmarch ratusan buruh dari Bandung menuju Jakarta pada Sabtu 6/8 pagi menjelang aksi Unjuk Rasa Sejuta Buruh menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 10 Agustus mendatang membuat Mohammad Jumhur Hidayat, Koorditaor Aliansi Aksi Sejuta Buruh, merasa terharu.
‘’Perjuangan para buruh dari berbagai daerah sungguh luar biasa,’’ kata Jumhur Hidayat dalam pernyataan resmi yang dikirim ke INDOSatu.co, Ahad (7/8).
Karena itu, Jumhur mengajak seluruh rakyat dan bangsa berdoa, semoga kaum buruh yang melakukan longmarch di bulan kemerdekaan ini diberi kekuatan dan kesehatan lahir dan batin, sehingga bisa bergabung dengan Aksi Unjuk Rasa Akbar di Jakarta pada 10 Agustus nanti.
Menurut Jumhur, kaum buruh memang sering melakukan aksi, bahkan mungkin ratusan kali menggelar aksi untuk menuntut penolakan dan pencabutan UU Omnibus Law ini. Namun tetap saja, kata Jumhur, para penguasa, baik yang di Pemerintahan, DPR, bahkan Kehakiman tidak menghiraukan tuntutan para buruh.
Tuntutan buruh itu, kata Jumhur, adalah sah dan konstitusional, karena menyangkut keharusan mencapai standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan yang dijamin oleh UUD 1945 dan Pancasila. Karena itu, Jumhur dan berbagai pimpinan dari puluhan konfederasi, federasi dan serikat buruh/serikat pekerja tingkat nasional memutuskan melakukan aksi unjuk rasa akbar serentak di seluruh Indonesia dengan nama Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 10 Agustus 2022 nanti.
‘’Dengan aksi unjuk rasa akbar dan serentak di seluruh Indonesia, semoga saja bisa melembutkan hati dan menjernihkan pikiran para penguasa, sehingga UU Omnibus Law Cipta Kerja itu dicabut,’’ kata Jumhur.
Terkait aksi Unjuk Rasa Sejuta Buruh itu, ungkap Jumhur, ditengarai ada upaya dari berbagai kelompok pendukung UU Omnibus Law yang mengisukan dan menyebarkan berita bohong bahwa aksi pada 10 Agustus adalah gerakan politik, dengan maksud untuk memecah belah. Sehingga, diharapkan mereka mengurungkan niat untuk ikut dalam aksi unjuk rasa akbar itu.
Terkait dengan kabar-kabar seperti itu, selaku Koordinator Aliansi, Jumhur menegaskan bahwa, Aksi Unjuk Rasa Akbar Sejuta Buruh itu bukanlah gerakan politik, bukan pula untuk mendukung-dukung atau menjatuh-jatuhkan kekuasaan.
‘’Dan tidak pula disponsori atau ditunggangi oleh satu pun partai politik. Sekali lagi ini adalah murni aksi buruh yang dengan sepenuh hati ingin menuntut hak demi bisa berkehidupan yang layak bagi kemanusiaan,’’ kata mantan aktivis ITB ini.
Jumhur mengingatkan bahwa, berlakunya UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut membuat kehidupan buruh semakin sulit karena adanya penurunan standar kesejahteraan, baik dari sisi upah maupun pesangon.
Ketidakpastian dalam bekerja akibat ancaman PHK yang begitu mudah yang digantikan dengan kerja kontrak atau sistem outsourcing serta mudahnya tenaga kerja asing (TKA) masuk bekerja di Indonesia dengan mengambil hak dari para calon pekerja Indonesia yang saat ini masih dihantui pengangguran.
Setelah hampir 2 tahun berlaku, kata Jumhur, UU Omnibus Law ini sudah banyak memakan korban. Tidak saja kepada buruh-buruh yang sering disebut buruh kerah biru, tetapi juga pekerja kerah putih, bahkan yang upahnya puluhan juta rupiah yang dirasakan saat mereka pensiun atau di PHK, karena mereka tetaplah buruh/pekerja bukan pemilik modal.
‘’Semoga aksi yang dilakukan kaum buruh bisa mengetuk pintu hati para elit politik yang turut serta membuat UU Omnibus Law ini,’’ kata Jumhur.
Para ketua umum parpol, kata Jumhur, diharapkan mengambil sikap mendukung perjuangan buruh ini dengan berinisiatif mengambil langkah-langkah strategis, sehingga bermuara pada pencabutan UU Omnibus Law sebelum atau setidaknya tepat pada 10 Agustus nanti.
‘’Pada 10 Agustus hanya tinggal 4 hari dari sekarang. Artinya, kita masih punya waktu untuk mengabarkan kepada kaum buruh lainnya, bahwa kebersamaan kita dalam jumlah yang besar dan serentak dalam aksi unjuk rasa akbar ini akan semakin mendekatkan kita pada keberhasilan pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja,’’ kata Jumhur.
Karena itu, pesan Jumhur, para buruh agar berjuang bersama-sama dan jangan sekali kali menitipkan nasibnya kepada orang lain. Karena Tuhan pun tidak akan merubah nasib buruh bila buruh tidak berkehendak dan berjuang untuk merubah nasib buruh sendiri.
‘’Setiap perjuangan itu pasti meminta pengorbanan, tapi tidak ada pengorbanan yang sia-sia. Bila dulu pernah ada semboyan perjuangan berupa kata-kata hidup atau mati, dibunuh atau membunuh, maka sekarang ini pengorbanan itu hanyalah sekedar menyisihkan sedikit waktu dan tenaga atau paling jauh mangkir dari kerja yang artinya hanya kehilangan upah sehari dua hari, namun tidak berdampak pada pemecatan,’’ kata Jumhur.
Jumhur berharap, para buruh dari berbagai daerah bisa berjumpa secara fisik di arena aksi unjuk rasa akbar itu. Namun bila tidak pun, sesungguhnya telah dekat secara batin, yaitu batinnya orang-orang yang ingin keluar dari belenggu ketidakpastian dan rendahnya kesejahteraan sebagai pekerja. Datanglah beramai-ramai dengan rasa suka cita perjuangan. Janganlah bertindak anarkis, bahkan jangan sampai ada ranting yang patah, pot bunga yang pecah dan sampah yang berserak dalam aksi unjuk rasa akbar ini.
‘’Saya juga mengharapkan agar aparatur keamanan dari Kepolisian Republik Indonesia, bisa bekerja sama dengan baik, sehingga tidak menghalang-halangi peserta aksi yang akan hadir, yaitu bukan saja kehadiran fisiknya tapi juga jiwanya, di arena unjuk rasa akbar ini,’’ pungkas Jumhur. (adi/red)