Jadi Beban Negara, Syarief Hasan: Skema Jaminan APBN untuk KCJB Harus Ditolak

  • Bagikan
HARUS DILAWAN: Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan mengatakan, MA harus menolak PK Moeldoko karena sudah 16 kali Moeldoko selalu kalah dalam sengketa Partai Demokrat.

INDOSatu.co – JAKARTA – Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan meminta kepada pemerintah agar menjelaskan kepada rakyat terkait keberlanjutan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Proyek ini sejak awal memang telah begitu banyak kontroversial dan menyita perhatian banyak kalangan..

Selain perencanaan yang tidak matang, penunjukan kontraktor, rencana anggaran dan pembengkakan biaya diluar batas toleransi, bahkan sumber dan tingkat suku bunga hingga molornya penyelesaian proyek menjadi karut marut proyek KCJB itu. Penjelasan dari pemerintah ini sangat penting dan mendesak karena proyek ini telah menyita dana pembangunan yang begitu besar, dan menjadi beban. Bahkan, sekarang akan menjadi tanggungan APBN sebagai jaminan.

Demi untuk transparansi dan akuntabilitas, maka proyek KCJB ini perlu diaudit karena berpotensi merugikan negara dan melanggar konstitusi. Yang terpenting kini, kata Syarief,  pemerintah harus menjelaskan kepada rakyat tentang nasib dan keberlanjutan proyek KCJB dari aspek keseluruhan sejak awal.

Baca juga :   Diusung PKS, Anies Baswedan: Amanah Besar yang Diemban dengan Kerja Keras

”Proyek yang memang telah bermasalah sejak awal ini mesti dievaluasi kelanjutannya. Jaminan APBN dan tingginya suku bunga pinjaman hanya akan menjerumuskan Indonesia pada jebakan utang yang semakin mrmberatkan.” ujar politisi senior Partai Demokrat (PD) ini.

Syarief mengingatkan, di tengah keterbatasan keuangan negara, pemerintah harus mampu mengalokasikan semua sumber daya seadil dan seefisien mungkin. Jangan terjebak pada proyek mercusuar, namun ujung-ujungnya rakyat tetap miskin dan kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya.

Tujuan minimal pembangunan, kata Syarief  Hasan, adalah ketercukupan kebutuhan mendasar rakyat. Jangan sampai ada proyek gagah-gagahan, namun menjadi beban fiskal, beban rakyat, dan juga beban ini menjadi warisan bagi generasi mendatang. Jika beban jauh lebih tinggi dari manfaat pembangunan, maka pemerintah telah melakukan kesalahan pembangunan yang nyata.

Baca juga :   Sambut Baik Konferensi Internasional AAFIIC 2023, Syarief Berharap Jangan Sebatas Wacana

APBN, ungkap Syarief Hasan, tidak boleh menjadi jaminan tambalan pembiayaan bagi proyek yang kontroversial itu. Masih banyak prioritas pembangunan lain yang membutuhkan alokasi fiskal. Apalagi, dengan fiskal yang terbatas, melebarnya defisit, proyek kereta cepat ini hanya akan membuat keuangan negara semakin parah. Pembengkakan biaya dan skema jaminan APBN akan menjadi perangkap utang yang nyata. Sudah saatnya perencanaan dan pelaksanaan proyek KCJB ini dievaluasi sekalipun proyek ini mendekati rampung penyelesaiannya.

”Disisi lain, pihak China menginginkan jaminan APBN Indonesia karena China sadar bahwa feasebility yang real proyek ini tidak feaseble, sehingga China meminta jaminan APBN,” tutur Syarief Hasan.

Menurut Guru Besar bidang Strategi Manajemen Koperasi dan UKM ini, evaluasi kelayakan proyek adalah hal yang lumrah. Apalagi jika pelaksanaan proyek tersebut tidak sesuai, atau meleset jauh dari yang direncanakan. Bagi Indonesia yang daya dukung APBN-nya terbatas, faktor penganggaran ini menjadi sangatlah krusial. Sudah menjadi tugas pemerintah untuk memastikan proyek-proyek pembangunan berjalan dengan terencana, terarah, dan presisi effisiency serta mendatangkan manfaat langsung kepada rakyat.

Baca juga :   Peringatan Lahir Pancasila, Syarief Hasan: Kita Perlu Tingkatkan Literasi tentang Pancasila

Kata Syarief Hasan, inisiatif pembangunan infrastruktur adalah hal yang baik, namun juga harus ditopang dengan perencanaan, transparansi , akuntabilitas dan pelaksanaan yang baik. Perencanaan ini harus berpijak pada skala prioritas dan efisiensi pembiayaan. Hal yang sama juga untuk pelaksanaannya mesti selaras dengan apa yang telah direncanakan. Jika perencanaan dan pelaksanaan bersilang arah dan terlalu jauh menyimpang, maka tinggal tunggu saja pembangunan itu akan menjadi pemicu dan kontraproduktif karena tidak sesuai dengan kebutuhan pokok dan ekspektasi rakyat,

”Inilah esensi dasar pembangunan yang mesti kita hayati bersama,” tutup Syarief. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *