INDOSatu.co – SURABAYA – Kepurusan Presiden Joko Widodo memberikan izin Hak Guna Usaha (HGU) 190 tahun bagi investor di Ibu Kota Nusantara (IKN) menuai kontroversi. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dinilai justru rawan konflik.
Presiden meneken langsung peraturan tersebut pada 11 Juli lalu. Munculnya kebijakan tersebut memantik beragam tanggapan, salah satunya datang dari Oemar Moechthar SH MKn, Dosen Hukum Universitas Airlangga (UNAIR). Oemar memberikan penjelasan dalam konteks hukum pertanahan.
Oemar Moechthar lalu menjelaskan mengenai sejarah HGU. Dia menjelaskan bahwa penerapan kebijakan serupa sebenarnya telah ada sebelumnya. Tepatnya pada tahun 2007 melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) menganulir kebijakan tersebut.
“Sebelumnya, HGU bisa diberikan sekaligus selama 95 tahun tanpa perpanjangan atau pembaharuan. MK menganulir kebijakan itu. Dengan alasan bahwa pemanfaatan sumber daya alam harus diukur dari segi kemakmuran rakyat dan penghormatan terhadap hak-hak rakyat secara turun-temurun,” papar Oemar.
Karaena itu, Oemar menekankan bahwa, tujuan utama pemberian HGU adalah untuk usaha pertanian dalam arti luas. Termasuk pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan. Namun, sambungnya, memberikan HGU sekaligus untuk jangka waktu yang sangat lama dapat mengurangi kontrol pemerintah terhadap penggunaan tanah tersebut.
Oemar mengungkapkan, pemberian HGU selama 190 tahun menimbulkan kekhawatiran terkait potensi penyalahgunaan oleh investor. Ia mengungkap seringnya konflik antara investor dan masyarakat lokal karena terjadi ketika pengelolaan tanah tidak sesuai perjanjian.
“Jika tanah yang diberikan tidak dimanfaatkan sesuai fungsinya, kontrol pemerintah terhadap penggunaan tanah menjadi sulit. Hal tersebut bisa merugikan masyarakat setempat, khususnya masyarakat hukum adat,” ungkap Oemar.
Oemar menyarankan agar pemerintah meninjau kembali kebijakan pemberian HGU yang sangat panjang ini. Menurutnya, pemberian HGU seharusnya dilakukan secara bertahap dan dievaluasi secara berkala. Sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
“Kebijakan HGU hingga 190 tahun bagi investor di IKN memerlukan pengawasan dan evaluasi ketat untuk memastikan bahwa pemanfaatan tanah benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan menghindari potensi konflik yang merugikan. Pemerintah harapannya dapat menyeimbangkan antara menarik investasi dan menjaga kepentingan rakyat melalui kebijakan yang bijak dan berkelanjutan,” pungkas Oemar. (*)