Ingin Bubarkan DPR? Ya, Revolusi…

  • Bagikan
JADI SOROTAN: Penampakan gedung DPR RI yang diisi perwakilan dari partai politik. Sayangnya, fungsi penghuninya seringkali tidak bisa memuaskan rakyat yang diwakili.

KEKECEWAAN atas peran partai politik yang tidak menjadi alat perjuangan rakyat berimbas pada fungsi DPR yang mandul, seremonial dan banyak gaya ketimbang kerja. Gaya hidup hedonis di tengah rakyat yang semakin sulit untuk hidup. Harga melambung, pajak mendera dan PHK meningkat. Segala penyelesaian harus pakai uang.

DPR tidak mampu menjadi pengawas efektif bagi pemerintah, budgeting berbau komisi bahkan korupsi, fungsi legislasi membaguskan narasi, tapi buruk aspirasi. Mengabdi pada kepentingan pragmatis. Rakyat tidak merasakan sentuhan kerja nyata DPR. Pelesetan bagi DPR adalah Dewan Perwakilan Rezim, bahkan Dewan Penindas Rakyat.

Untuk menjadi anggota DPR harus berbiaya tinggi. Miskin tak mungkin. Akibatnya muncul spirit bagaimana mengembalikan “political cost” yang tinggi tersebut. Jadilah DPR sebagai institusi kerja, dagang atau usaha. Diisi oleh mereka yang kaya, pengusaha atau anak-anak pejabat negara. Istri juga ada. Wajar jika kesehariannya tidak berada pada ruang masyarakat bawah.

Baca juga :   BNPT Menyebar Teror: Bubarkan Saja

Kekecewaan rakyat menimbulkan pengkritisan pada keburukan sistem pemilu, budaya otorirarian partai politik, cuanisme, maupun oligarki. Muncul celetukan sudah bubarkan saja DPR toh negara tidak akan bubar tanpa DPR, ada pula pernyataan perlunya berpolitik tanpa partai politik, ataupula ganti DPR dengan syura (majelis musyawarah). Mulai muncul berbagai pikiran nakal yang membuli kesakralan DPR.

Baca juga :   KPU Langgar Kode Etik: Pencalonan Gibran Munculkan Ketidakpastian Politik

Semestinya pengambil kebijakan sadar akan kekecewaan tersebut lalu melakukan upaya perbaikan. Akan tetapi hal itu tidak mudah bahkan cenderung normatif. Prakteknya justru menganggap saatnya untuk menikmati “hasil berjuang” selama ini. DPR menjadi tempat yang nikmat untuk bersenang-senang dan masuk dalam komunitas borjuasi.

Secara hukum membubarkan DPR seperti juga membangun negara tanpa partai tentu tidak bisa. Hukum tata negara mengakui eksistensi “lembaga demokrasi” ini. Jadi, jika rakyat ingin  membubarkan jalan satu-satunya adalah revolusi. Revolusi akan mampu membongkar akar formalisme dan dogmatisme hukum. Kekuasaan otoriter yang memperalat DPR dan partai politik biasanya diruntuhkan dengan jalan politik Revolusi.

Baca juga :   Mendag Zulkifli Hasan Sangat Kejam Hambat Kiriman PMI

Revolusi Amerika, revolusi Perancis, revolusi Rusia, revolusi Iran, revolusi Indonesia dan revolusi-revolusi lain di dunia selalu menggusur totalitarian dan membuat fondasi kenegaraan yang memperbaharui kebusukan sistem dan praktik kenegaraan yang telah jauh disimpangkan.

Jadi bagi yang sedang berdiskursus tentang pembubaran DPR atau partai politik, maka ia harus memulai dengan diskursus Revolusi atau pemberontakan Rakyat Semesta. Agar semua tidak hanya berkhayal atau berada dalam ruang romantisme tentang idealitas. (*)

M. Rizal Fadillah;
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan, tinggal di Bandung.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *