INDOSatu.co – JAKARTA – Pemerintah kini dalam sorotan kalangan anggota DPR RI. Keputusan Pemerintah memindahkan narapidana kasus narkoba Mary Jane Veloso ke Filipina, menuai kritik tajam. Kini, sejumlah negara lain juga mengajukan permintaan serupa.
Australia menjadi salah satu negara yang mengajukan meminta pemindahan lima warganya yang tergabung dalam kasus Bali Nine. Anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, mengingatkan Pemerintah untuk berhati-hati dan jangan gegabah dalam mengambil keputusan terkait transfer narapidana asing (transfer of prisoner).
“Permintaan pemindahan narapidana oleh berbagai negara dapat menciptakan tantangan bagi penegakan hukum di Indonesia,” ujar Pangeran dalam keterangan pers kepada wartawan di Jakarta, pada Jumat (13/12).
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengakui, draf perjanjian transfer narapidana Mary Jane Veloso telah disetujui dan akan segera ditandatangani oleh Kementerian Kehakiman Filipina. Setelah itu, terpidana mati kasus narkoba ini dapat menjalani sisa masa hukumannya di negara asalnya, Filipina.
Keputusan Pemerintah ini menuai sorotan karena Indonesia belum memiliki dasar hukum yang kuat terkait pemindahan narapidana asing. Proses transfer hanya didasarkan pada perjanjian bilateral atau pendekatan diplomasi.
Selain Filipina, Australia dan Prancis juga mengajukan permintaan serupa. Australia mengajukan permohonan untuk lima warganya dari kasus Bali Nine, yang ditangkap pada 2005 karena mencoba menyelundupkan 8 kilogram heroin di Bali. Sementara Prancis, meminta pemindahan Serge Atlaoui, narapidana kasus narkoba yang divonis mati sejak 2005.
Pangeran menyoroti, bahwa tanpa dasar hukum yang jelas, pemindahan narapidana asing dapat menimbulkan persoalan baru dalam sistem hukum Indonesia. “Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini berpotensi memperburuk ketimpangan dalam sistem peradilan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi hukum,” tegasnya.
Pangeran juga mengingatkan bahwa Indonesia pernah menolak transfer narapidana Australia, Schapelle Corby, pada masa pemerintahan sebelumnya karena ketiadaan Undang-Undang Pemindahan Narapidana. Keputusan berbeda kali ini, menurutnya, dapat memunculkan anggapan bahwa Indonesia menerapkan standar ganda dalam penegakan hukum.
Meskipun transfer narapidana dimungkinkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Pangeran menilai bahwa proses tersebut membutuhkan aturan turunan yang lebih rinci.
“Kami berharap Pemerintah lebih berhati-hati dalam membuat keputusan. Jangan sampai menabrak konstitusi sebagai dasar hukum tertinggi,” ujar Politisi Fraksi PAN ini.
Berbagai pakar juga mempertanyakan pendekatan Pemerintah dalam transfer of prisoner. Tanpa Undang-Undang Pemindahan Narapidana, keputusan ini dianggap dapat menimbulkan diskriminasi hukum dan menciptakan preseden buruk.
Pangeran khawatir bahwa penerapan hukum yang tidak adil dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum, bahkan memicu peningkatan tindak kriminal dan konflik sosial.
“Penegakan hukum dengan standar ganda dapat mengakibatkan erosi kepercayaan publik dan kepatuhan terhadap hukum itu sendiri,” jelas Pangeran.
Sebagai langkah ke depan, Pangeran menekankan pentingnya keadilan dalam setiap keputusan hukum. Ia meminta Pemerintah untuk bijaksana dan mempertimbangkan masukan dari para pakar sebelum memutuskan pemindahan tahanan asing.
“Indonesia perlu memiliki dasar hukum khusus terkait pemindahan narapidana asing agar keputusan ini tidak menimbulkan pertanyaan serius tentang penegakan hukum di Indonesia,” pungkasnya. (*)