Ikrar Nusa Bhakti: Masak Rakyat Pemilik Kedaulatan Dikalahkan oleh Satu Keluarga?

  • Bagikan
RAKYAT JANGAN DIAM: Pengamat politik senior Ikrar Nusa Bhakti mengajak masyarakat untuk melawan Presiden Joko Widodo yang sedang membangun dinasti politik.

INDOSatu.co – JAKARTA – Pengamat politik senior Ikrar Nusa Bhakti mengajak masyarakat untuk melawan Presiden Joko Widodo yang sedang membangun dinasti politik. Dia menegaskan, jangan sampai rakyat kalah hanya dengan 1 keluarga yang terdiri dari 5 orang tersebut.

“Yang jelas, tadi yang dikatakan Eep, masak kita pemilik negeri ini, pemilik kedaulatan rakyat, bukan anak kos dari negeri ini, dikalahkan oleh satu keluarga yang jumlahnya 5 orang itu. Jadi ini yang berkali-kali saya katakan sampai seperti kaset rusak,” katanya dalam acara Demos Festival: Omon-Omon Soal Oposisi di Hotel Akmani, Jakarta, akhir pekan kemarin.

Sebagaimana diketahui, keluarga Presiden Jokowi terdiri dari 5 orang, yaitu Jokowi, istrinya Iriana, serta tiga anaknya, yaitu Gibran Rakabuming Raka, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pangarep.

Dalam acara yang juga dihadiri pengamat politik Eep Saefulloh Fatah sebagai pembicara itu, Ikrar menilai Jokowi tidak punya rasa malu. Karena Jokowi tidak cukup puas hanya mengajukan Gibran, Wali Kota Solo yang maju menjadi cawapres dan menantunya Bobby Nasution, Wali Kota Medan yang disebut akan maju sebagai calon gubernur Sumatera Utara.

Baca juga :   Pompa Semangat Risma-Gus Hans, Megawati Dijadwalkan Kunjungi Jawa Timur

Sebab, Kaesang dan juga istrinya juga sudah ramai diberitakan media bakal maju di pilkada serentak 2024 ini. “Jadi, Anda bisa bayangkan, masak satu keluarga benar-benar menguasai berbagai posisi di dalam Negara Republik Indonesia ini, baik pada tingkat wakil presiden ataupun kepala daerah,” ungkap mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia ini.

Menurut  Ikrar, hal itu bukan mustahil terjadi kalau Presiden Joko Widodo terus dibiarkan. Apalagi, dia mengingatkan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang akan dibahas oleh DPR. Kalau UU itu disahkan, presiden akan berwenang untuk mengangkat gubernur DKI Jakarta.

“Kalau ini dibiarkan, nanti kita lihat apakah Undang Undang mengenai Daerah Khusus Jakarta nanti ternyata gol. Golnya maksudnya apa? Bahwa Gubernur DKJ itu akan dipilih atau diangkat oleh Presiden langsung. Kalau itu terjadi, Anda bisa bayangkan enggak akan ada lagi pilkada di DKI Jakarta,” ungkapnya.

Baca juga :   PSN PIK 2 Jadi Polemik, DPR RI: Tanpa Perencanaan, Harus Dievaluasi

Dia juga menyinggung soal permintaan Gibran kepada tim suksesnya untuk menolong Kaesang agar partai yang dipimpin adiknya itu, PSI, lolos ke DPR dengan memperoleh minimal 4 persen suara sebagai ambang batas parlemen.

“Anda bisa bayangkan, Gibran yang belum jadi apa-apa, itu bisa ngomong kepada tim suksesnya, ‘tolong, tolong adik saya supaya suaranya itu bisa mencapai angka yang kemudian bisa masuk parlemen’. Saya ngomong gini bukan mustahil angka untuk 4 persen PSI masuk itu bisa terjadi kalau kita membiarkan perhitungan suara yang kacau itu di KPU itu terus berjalan,” paparnya.

Dia menegaskan lagi, hal itu bukan mustahil untuk terjadi di tengah adanya isu pengalihan suara partai lain ke PSI yang mengemuka saat ini. Karena itu menurutnya, satu-satunya cara untuk meyakinkan agar tidak ada pencurian atau pengalihan suara adalah dengan meminta Polri membagikan hasil resmi dari hitungan di seluruh TPS.

Baca juga :   Surat Pergantian Fadel Dikembalikan, Bamsoet: Harus Berkekuatan Tetap Lebih Dulu

“Karena dari situlah kita bisa menghitung mana yang benar, mana yang tidak. Mudah-mudahan tidak dikurangi ataupun tidak berpindah. Karena kita tahu sekarang angkanya banyak yang berpindah,” tandasnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama sebagaimana diberitakan sebelumnya, Eep Saefulloh Fatah menegaskan Presiden Jokowi harus dimakzulkan. Selain terkait dengan dugaan cawe-cawenya Pilpres 2024 ini, juga karena penumpukan kekuasaan bakal menjadi-jadi di tangan keluarga Jokowi kalau masih terus berkuasa.

“Dan kelak kalau (Presiden Jokowi) tidak dilawan, sampai ke Undang Undang Daerah Khusus Jakarta yang suatu ketika, mungkin gubernur Jakarta yang dipilih presiden adalah keluarga itu juga. Dan aglomerasi, yaitu kawasan ekonomi bisnis dan industri yang menyatukan Jabodetabek dipimpin oleh dewan pengelola aglomerasi yang ketuanya, ex officio adalah wakil presiden. Yang kalau ini tidak dilawan, keluarga itu juga,” ungkap Eep. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *