TIM Kuasa Hukum mantan Presiden Joko Widodo yang nampaknya utusan Wamenhuk Otto Hasibuan terberitakan mendatangi rumah Jokowi di Jalan Kutai Utara Solo. Dugaan kuat, mereka dipanggil oleh Jokowi untuk membahas rencana Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) dan elemen lain yang akan berkunjung ke rumah Jokowi pada 16 April mendatang.
Selama ini, 1.500 orang konon datang setiap hari dan itu telah dibanggakan sampai disebut destinasi wisata baru di Kota Surakarta. Dikira mantan Presiden itu dikagumi rakyat, padahal orang datang bisa saja warga yang ingin melihat mantan Presiden pembohong atau profil dekat dari manusia finalis terkorup di dunia.
Ironinya, saat akan dikunjungi oleh puluhan orang pada 16 April nanti “pasukan hukum” dan lainnya telah disiapkan. Ini gambaran bahwa yang bersangkutan tidak siap atau gemetar mungkin Jokowi sendiri. Tuan rumah destinasi wisata itu ketakutan. Ancang-ancang untuk kabur entah kemana. Takut diminta tunjukan ijazah asli UGM yang memang tidak ada. Foto copy yang beredar sudah babak belur dibongkar bongkar kebusukannya.
Rombongan Kuasa Hukum itu beromon minta agar pihak yang ingin mengunjungi Jokowi datang kepadanya di Jakarta karena mereka adalah kuasanya. Sepertinya mencoba membelokkan arah. TPUA dan elemen lain akan datang untuk bersilaturahmi ke destinasi wisata 1.500 orang per hari itu sambil menanyakan ijazah asli UGM yang sudah diributkan seantero nusantara, bahkan dunia. Ngerti tidak ya?
Apa Kuasa Hukum Jokowi bisa membawa dan menunjukkan ijazah asli UGM Jokowi jika ditemui di Jakarta? Dunia sudah tahu bahwa persoalan ijazah palsu ini sudah jauh sekali perjalanannya. Pengadilan pidana maupun perdata telah dicoba, namun ternyata ijazah hantu atau “ghost certificate” itu tidak muncul muncul juga. Ngerti tidak ya?
Pernyataan Kuasa Hukum yang membela posisi Jokowi dalam status peradilan ternyata salah fatal dan dapat menjadi bumerang bagi mereka. Ungkapan bahwa pihak lawan, TPUA dalam hal ini, telah dikalahkan jelas tidak sesuai dengan fakta. Jadinya, penyesatan dan penyebaran kabar bohong. Ya, terancam pidana. TPUA tidak pernah kalah, baik pidana maupun perdata.
Awal perdata di PN Jakaarta Pusat penggugat prinsipal Bambang Tri mencabut gugatan karena saat proses peradilan yang bersangkutan ditangkap dan ditahan. Rekayasa jahat ini menyebabkan perkara sulit untuk dilanjutkan. Perkara pidana justru Bambang Tri dan Gus Nur dalam tuduhan “ijazah palsu” dimenangkan atas Putusan PT Semarang dan Mahkamah Agung (MA). Keduanya divonis untuk delik “ujaran kebencian”.
Pada proses perdata kedua juga di PN Jakarta Pusat, putusan incracht hanya Niet Onvankelijke Verklaard (NO), artinya tidak diterima dan Majelis karena memutus “Pengadilan Tidak Berwenang”. Gugatan dapat diajukan kembali. Jadi, menyatakan TPUA sebagai pihak dikalahkan adalah bohong dan mencemarkan nama baik. Wajar jika TPUA juga sedang menimbang langkah hukum lanjutan terhadap para Kuasa Hukum Jokowi tersebut.
Kasus ijazah palsu ini terus dibuat mengambang oleh Jokowi yang tidak mau dan mampu menunjukan ijazah asli UGM-nya. Klarifikasi UGM sumir dan rentan untuk mendapat perlawanan hukum. Sejauh ini UGM menjelaskan pada pertemuan 15 April yang akan datang, maka hal itu menentukan langkah dan sanksi hukum berikutnya, baik terhadap UGM maupun Joko Widodo.
Pihak Jokowi melalui Kuasa Hukumnya jangan dulu sesumbar telah mengalahkan lawan. Sebaliknya, Joko Widodo justru kasusnya kini telah berada di tangan Bareskrim Mabes Polri. Artinya perburuan ijazah asli UGM Jokowi masih terus dilakukan, hingga ada kepastian dan sanksi hukum.
Honesty is a very expensive gift. Don’t expect it from cheap people. (Kejujuran adalah hadiah yang sangat mahal, jangan berharap mendapatkannya dari orang murahan). TPUA dan elemen lain akan berikhtiar untuk mendapatkan keadilan. Saya meyakini, kebenaran akan menemukan jalannya. (*)
M. Rizal Fadillah;
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan, tinggal di Bandung.