INDOSatu.co – JAKARTA – Statemen Wasekjen NasDem, Hermawi Taslim yang mengatakan, bahwa jika Anies Baswedan kelak terpilih menjadi presiden, akan tetap melarang FPI dan HTI dianggap sebagai upaya menggembosi Anies Baswedan dalam running Pilpres 2024 mendatang.
Kritikus dan Pegiat Sosial Media, Faizal Assegaf menilai, statemen Hermawi bisa memantik kemarahan publik. Membawa-bawa nama FPI dan HTI seperti yang dikatakan Hermawi dianggap Faizal justru menyeret dan membangkitkan politik identitas telah disepakati bersama agar dihindari untuk menjaga kondusivitas bangsa menghadapi tahun politik pada 2024.
‘’Selaku senior ormas Katolik stop menyerang ormas Islam. Perilaku Anda (Hermawi, Red) kurang ajar, harus dihentikan! Monggo jadi politisi Nasdem dengan bersikap dewasa. Tidak usah kau buat pernyataan-pernyataan yang terkesan menjegal Anies dengan upaya membenturkan dengan ormas Islam. Bodoh & ngawur Anda!,’’ kata Faizal Assegaf dalam akun twitter-nya yang mengizinkan dikutip INDOSatu.co, Kamis (19/1).
Umat Islam, kata Faizal, sudah matang dalam berdemokrasi dan kritis memahami setiap akrobat mereka di ruang publik. Kentalnya perilaku misionaris sekularisme yang ditonjolkan Hermawi untuk menyudutkan ormas Islam dinilai sangat busuk.
‘’Silakan tertib di internal NasDem, stop bermanuver dengan politik licik dan tendensius. Identitas dan solidaritas umat Islam adalah kunci kekuatan politik untuk menghadapi demokrasi liberal yang dikuasai misionaris sekulerisme. Pertahankan!!!!,’’ kata mantan aktivis 98 itu.
Faizal lalu menunjukkan Pilkada DKI 2017 yang dianggapnya sebagai demokrasi terbaik, yang melahirkan solidaritas umat Islam.
Bukan kah banyak yang bertanya, Anies Baswedan bakal dijegal dan koalisi batal? Harus diakui, kata Faizal, bahwa kemunculan Anies sebagai Capres karena dorongan partisipasi elemen pro perubahan. Solidaritas tersebut terbangun secara alami dan memposisikan Anies sebagai figur yang diperjuangkan karena banyak faktor.
‘’Peran partai sebagai saluran aspirasi rakyat, tapi terkendala aturan PT 20 persen, harus berkoalisi. Dan sebab itu, memicu dinamika. Di luar urusan parpol, dukungan rakyat pada Anies semakin masif dan tak terbendung. Tentu fatal bila Anies dijegal dengan menzalimi realitas (politik identitas, Red) tersebut,’’ kata Faizal.
Dukungan yang terus mengalir pada Anies, kata Faizal, merupakan modal politik yang sangat berpengaruh besar bagi keputusan Parpol. Terlebih bila rakyat berkumpul dalam skala besar untuk menegaskan solidaritas yang lebih solid. ‘’Tapi tampaknya hal itu belum maksimal dilakukan, karena rakyat terjebak manuver partai,’’ beber Faizal.
Mengkondisikan dukungan rakyat pada Anies di bawah bayang-bayang dinamika Parpol sangat berbahaya. Perlahan-lahan situasi tersebut berpotensi mereduksi solidaritas rakyat. Karena itu, harus keluar dari kondisi itu, lalu bergerak lebih agresif untuk menggalang solidaritas dan menunjukkan kekuatan yang berlipat ganda.
‘’Agar kecemasan soal dukungan Parpol dapat diakhiri dengan gerakan ikhtiar politik rakyat melalui konsolidasi massa. Jika pilihan ini diabaikan, maka rakyat yang mendukung Anies akan kehilangan momentum dan berpeluang dikhianati atau dijegal. ‘’Jadi, rapatkan barisan, kehendak rakyat adalah kunci!,’’ pungkas Faizal. (adi/red)